Showing posts with label indonesiaku. Show all posts
Showing posts with label indonesiaku. Show all posts

10 December 2019 | comments



Indonesia, kadang bikin bangga, kadang bikin haru, kadang bikin malu. Yup, tingkah laku warga dan pemerintah negara berflower ini (termasuk yang nulis), yaa...begitulah.
Yang jelas, seburuk apapun kondisi negara +62 ini, I still love it.

Ini ada tulisan menarik, saya dapat di fb. Penulisnya pak Aad. Akun fbnya: Aad.
Selamat menyimak :)

****


BANGSAKU DALAM PUSARAN ANTAR BANGSA

Bis yang kutumpangi baru saja satu jam berangkat dari Bir Ali, tempat miqat ihram, ketika pak supir yang Pakistani tampak marah-marah lewat handphone. Ku tak tahu apa yang ia ributkan... Beberapa kali kata "Andunisi" dia ucapkan...

Aku bertanya pada amir perjalananku : apa gerangan yang ia berangkan ? Jawaban pembimbing Umrahku itu mencengangkanku :

"Pak, jama'ah asal Indonesia itu jadi rebutan di sini. Kita bangsa yang ramah, lebih tertib, mudah diatur dan nggak banyak komplain... Tadi dia marah-marah kepada manajernya karena jarang kebagian mengantar jama'ah Indonesia. Padahal supir lain telah berkali-kali dapat jatah "Andunisi". Dia merasa diperlakukan tak adil..."

Lama aku terdiam... Ku putar kembali ingatan lima hari di Madinah, ketika ada puluhan bangsa berkumpul di Masjid Nabawi setiap kumandang adzan : Pakistan, India, Turki, Bosnia, Chehnya, Mesir, Sudan, Mauritanianya, Indonesia... Ada yang tampak kumuh... Ada yang berserakan di pelataran masjid, dan berantakan... Ada yang melangkahi bahu-bahu dalam shaff tanpa ijin... Ada yang memaksa menyelip di shaff yang sudah padat... Ada yang tak mau tahu akan hak orang lain di Raudhah...

Tapi itu bukan bangsaku... Bangsaku, yang sering aku keluhkan  perangainya di negeri sendiri, adalah mutiara berkilau di negeri orang : akhlaqnya terpuji... Mungkin bangsa Turki adalah pesaing beratnya dalam tertib, disiplin dan teamwork... Nuansa Eropa memang mereka punya, dan tampak lebih well-educated...

Aku memang harus belajar bersyukur tentang bangsaku sendiri. Walau masih banyak hal yang begitu menjengkelkan, tapi harus diakui dan disyukuri bahwa kita telah banyak berubah... Dalam kancah dakwah antar bangsa, ku ingat dulu betapa bangsa ini dianggap pecundang : under-qualified dalam kelayakan keilmuan dan ruhiyyah, kumpulan para du'at muda yang tak hapal juz 30 dan banyak bercanda...

Dalam perkemahan-perkemahan dakwah Internasional, kita seakan diundang lewat wild card, karena tak memiliki syarat minimal. Kita tetap diundang, karena gairah dan manuver dakwahnya luar biasa, walau tetap dengan ciri khasnya : cengengesan... Almarhum ustadz Rahmat Abdullah dengan rendah hati menghibur diri dengan kalimat :

"Kita mungkin dari golongan para pendosa penegak Islam di akhir zaman"

Ya, aku memang pernah mendengar sebuah hadits yang berbunyi : "Akan datang suatu zaman,  di mana Islam akan ditegakkan oleh para pendosa diantara mereka"... Mungkinkah itu bangsaku ?

Tapi bandul zaman berubah... Bangsa becanda dan cengengesan ini, dan masih tetap seperti itu, kini mulai dihormati dan diperhitungkan di kancah dakwah antar bangsa... Sedikit demi sedikit bahkan mulai jadi benchmark... Karena ada kualitas kislaman yang meningkat signifikan... Karena ada ilmu yang semakin dalam... Karena ada akhlaq yang terus membaik...

Lalu apa lagi yang mengindikasikan bahwa bangsa ini makin menunjukkan kepemimpinannya dalam Islam ? Mungkin ini yang paling indikatif : semakin dimusuhi oleh aparat negaranya sendiri, atas tekanan internasional tentunya. Jenggotnya dipermasalahkan... Cadarnya dipermasalahkan... Cingkrangnya dipermasalahkan... Bendera Tauhidnya dipermasalahkan... Mereka melakukan aksi damai dan reuni aksi damai dalam jumlah yang mencengangkan...

Dari Haramain aku membawa optimisme : pelan tapi pasti, bangsaku sedang mengerek bendera peradaban ummat ini, atas izin Allah, sambil tetap cengengesan...

Jeddah, 12 November 2019

Wakil Rakyat Sejati

17 April 2019 | comments

Masih banyak wakil rakyat....yg benar2 merakyat....dlm makna sebenar2nya..

#######

Pak Sunman: "Memberi Berarti Menghormati Diri"

Kalian pernah gak si, ketemu orang yang auto bikin kita ngerasa jadi sampah? Ketemu orang yang bikin kita menyesali diri, hina-dina, "Qoon..selama ini lo ngapain aja siihh?"

Orang-orang spesial itu ku temui waktu syuting segmen Ceritalks @akutanpabatas .

Namanya Sunmanjaya Rukmandis. Seorang anggota DPR RI yang ke kantor naik angkot-KRL-ojek, Bogor-senayan. Wawancara berlangsung pukul 10-11 malam, setelah pak Sunman menyelesaikan 4 ageda. Kunjungan 3 titik reses dengan jarak ratusan kilometer, dan mengisi ceramah di masjid terpecil tentang Isra' Miraj.

Dibenak kami, "pasti bapaknya udah capek. Udah ngantuk. Wawancaranya bakal efektif ga yaa??" Di luar dugaan, bapaknya masih seger buger. Hepi, beberapa kali melontarkan jokes, gak pelit ngasih ilmu, tiap katanya mengandung mutiara-mutiara. Masya Allahh :"")

Mari ku ceritakan, Pak Sunman ini hidup dalam prinsip memberi-memberi-memberi. Mengambil porsi yang sedikit untuk dunianya, dan menginvestasikan sebanyak mungkin untuk akhiratnya. Baginya, Memberi berarti menghormati diri.

Pak Sunman, gak pernah makan di restauran macem K*C, M*D, Pizza H*t, dll karena menurutnya mahal. "Kalau keluar negeri untuk kunker saya suka bawa masakan rumah, biar selalu ingat keluarga." ujar pak Sunman. Ku tertohok, gajiku tak sebanyak Pak Sunman, tapi sering gegayaan nugas di cafe :"(

Bapak ini juga pernah kesal saat tau biaya cukur rambutnya 100 ribu. "Jangan cukur di sana lagi ah. Saya biasa cukur yang 14 ribu. Udahlah rambut kita diambil, bayarnya mahal lagi." kami tertawa.

Rumahnya juga di perkampungan biasa. "Sempet sih nyari rumah di perumahan. Tapi terus mikir lagi, nanti kalau ada saudara-saudara berkunjung, mereka susah masuk ke dalamnya jauh... masjidnya juga jauh."

Pak Sunman pernah ngasih mobil dua kali ke orang yang menurutnya membutuhkan. "Saya kasih aja mobil saya buat dia. Saya ngangkot lagi deh.. hehe" ucapnya santai.

Pertanyaannya nih gais, dengan gaji plus tunjangan anggota DPR RI Rp70-90 juta per bulan, dan gaya hidup Pak Sunman (yang kayaknya masih lebih hedon gue), duitnya dia kemanaaaain?

"Dengan begitu, kita jadi bisa berbagi.." jawabnya begitu tulus.

Tiap Idul Fitri beliau bisa berbagi ke ratusan keluarga, di ratusan desa. Kalau Idul Adha bisa berkurban sampe 70 ekor!!!!

Pusing ga sih mikirin gimana banyaknya pahala bapak ini 😂

Nih orang, bener-bener udah putus ikatannya sama dunia. Gak mikirin rumah, tabungan, mobil, jabatan, gengsi, dia cuma mikirin kesuksesan terbesarnya, "Saat manusia sudah di bawah batu nisan."

Obrolan 60 menit kami yang sangat berharga dengan beliau berakhir. Ia pulang dengan membayar seluruh tagihan makan kami di cafe tersebut, dan menyelipkan lembaran merah di atas meja, "Ini buat ongkos pulang kalian ya.. saya duluan, Assalamualaikum."

8 lembar uang berwarna merah. Dia bersikeras tidak mau dikembalikan.

Malam itu sudah larut. Kami kelelahan. Harusnya usai wawancara kami segera pulang. Tapi tidak, kami semua termenung. Semua diam menyadari betapa lalainya kami selama ini. "Siapa tadi orang yang bersama kita?"

"Sampah! tadi waktu luang kita malah main ludo! gak guna banget dah.." ujar Gilang yang merasa tertampar berulang kali.

Dian menggeleng-gelengkan kepalanya, "Hatinya pasti murni banget deh, gak ada nodanya.."

"Jangan-jangan banyak orang yang kaya dia, cuma gak ketauan ajaa.. yang ikhlas-ikhlas mah emang gak suka eksistensi.."

Aku? menitikkan air mata. Sukses terpecundangi kebaikannya yang terlampau deras.

Pada akhirnya, kami bersyukur Allah beri kesempatan belajar banyak dari Pak Sunman. Bersyukur bisa mengangkat sosok Anggota Legislatif, sekeren beliau ke khalayak publik. Semoga ini jadi usaha kami memasukkan orang-orang baik ke dalam parlemen. Orang soleh, yang kalau Allah beri harta dan jabatan, membuahkan kebaikan yang tak terkira.

Salam hormat padamu, Sunmajaya Rukmandis, Anggota Legislatif Fraksi PKS 2014-2019. Tahun ini beliau nyaleg lagi, pilih pilih lah caleg macem dia ye gaiss..

Sunmanjaya Rukmandis

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10205939147633284&id=1697397704



( written by Farah Qoonita)

I Stand With

15 April 2019 | comments

Bismillah.

🎊🎊🎊🎊
Saya pilih partai PKS, dan saya pilih Prabowo-Sandi✌️

Sekian.

#pengumumansangatpenting😊


Pendidikan (Negara) Kita

20 March 2019 | comments






Postingan di fb, lima tahun lalu...
Dan masih sangat relevan 😎

******************************

DALAM CENGKERAMAN ILMU DASAR

(RHENALD KASALI, Guru Besar Universitas Indonesia)

SETIAP bangsa punya pilihan: melahirkan atlet bermedali emas atau perenang yang tak pernah menyentuh air; melahirkan sarjana yang tahu ke mana langkah dibawa atau sekadar membawa ijazah.

Tak termungkiri, negeri ini butuh lebih banyak orang yang bisa membuat ketimbang pandai berdebat, bertindak dalam karya ketimbang hanya protes.Tak banyak yang menyadari universitas hebat bukan hanya diukur dari jumlah publikasinya, melainkan juga dari jumlah paten dan impak pada komunitasnya.

Pendidikan kita masih berkutat di seputar kertas. Kita baru mahir memindahkan pengetahuan dari buku teks ke lembar demi lembar kertas: makalah, karya ilmiah, skripsi, atau tesis. Kita belum menanamnya dalam tindakan pada memori otot, myelin.

Seorang mahasiswa dapat nilai A dalam kelas pemasaran bukan karena dia bisa menerapkan ilmu itu ke dalam hidupnya, minimal memasarkan dirinya, atau memasarkan produk orang lain, melainkan karena ia sudah bisa menulis ulang isi buku ke lembar-lembar kertas ujian.

Pendidikan tinggi sebenarnya bisa dibagi dalam dua kelompok besar: dasar dan terapan. Pendidikan dasar itulah yang kita kenal sejak di SD: matematika, kimia, biologi, fisika, ekonomi, sosiologi, dan psikologi. Terapannya bisa berkembang menjadi ilmu kedokteran, teknik sipil, ilmu komputer, manajemen, desain, perhotelan, dan seterusnya.

Kedua ilmu itu sangat dibutuhkan bangsa memajukan peradaban. Namun, investasi untuk membangun ilmu dasar amat besar, membutuhkan tradisi riset dan sumber daya manusia bermutu tinggi. Siapa menguasai ilmu dasar ibaratnya mampu menguasai dunia dengan universitas yang menarik ilmuwan terbaik lintas bangsa. Negara-negara yang berambisi menguasainya punya kebijakan imigrasi yang khas dan didukung pusat keuangan dan inovasi progresif.

Dengan bekal ilmu dasar yang kuat, bangsa besar membentuk ilmu terapan. Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris adalah negara yang dibangun dengan keduanya. Namun, sebagian negara di Eropa dan Asia memilih jalan lebih realistis: fokus pada studi ilmu terapan. Swiss fokus dengan ilmu terapan dalam bidang manajemen perhotelan, kuliner, dan arloji. Thailand dengan ilmu terapan pariwisata dan pertanian. Jepang dengan elektronika. Singapura dalam industri jasa keuangannya.

Tentu terjadi pergulatan besar agar ilmu terapan dapat benar-benar diterapkan. Pada mulanya ilmu terapan dikembangkan di perguruan tinggi untuk mendapat dana riset dan menjembatani teori dengan praktik. Akan tetapi, mindset para ilmuwan tetaplah ilmu dasar yang penekanannya ada pada metodologi dan statistik untuk mencari kebenaran ilmiah yang buntutnya ialah publikasi ilmiah.

Melalui pergulatan besar, program studi terapan berhasil keluar dari perangkap ilmu dasar. Ilmu Komputer keluar dari Fakultas Matematika dan Manajemen menjadi Sekolah Bisnis. Dari lulusan dengan ”keterampilan kertas”, mereka masuk pada karya akhir berupa aplikasi, portofolio, mock up, desain, dan laporan pemecahan masalah.

Metodologi dipakai, tetapi validitas eksternal (impak dan aplikasi) diutamakan. Hanya pada program doktoral metodologi riset yang kuat diterapkan. Itu pun banyak ilmuwan terapan yang meminjam ilmu dasar atau ilmu terapan lain sehingga terbentuk program multidisiplin seperti arsitektur yang dijodohkan dengan antropologi atau arkeologi, akuntansi dengan ilmu keuangan.

Anak-anak kita

Kemerdekaan yang diraih program studi ilmu terapan di perguruan tinggi melahirkan revolusi pada tingkat pendidikan dasar. Bila mengunjungi pendidikan anak-anak usia dini, TK, dan SD di mancanegara, Anda akan melihat kontras dengan di sini. Alih-alih baca-tulis-hitung dan menghafal, mereka mengajarkan executive functioning, yang melatih anak-anak mengelola proses kognisi (memori kerja, reasoning, kreativitas-adaptasi, pengambilan keputusan, dan perencanaan-eksekusi).

Sekarang jelas mengapa kita mengeluh sarjana tak siap pakai: pendidikan didominasi kultur ilmu dasar yang serba kertas dan mengabaikan aplikasi. Perhatikan, Indonesia masih menjadi negara yang mewajibkan lulusan sekolah bisnis (MM) menulis tesis yang pengujinya getol memeriksa validitas internal dan metodologi yang sempit. Kegetolan ini juga terjadi pada banyak penguji program studi perhotelan atau terapan lain yang merasa kurang ilmiah kalau tidak ada pengolahan data secara saintifik.

Saya ingin menegaskan: hal itu hanya terjadi pada negara yang ilmu terapannya masih terbelenggu mindset ilmu dasar. Keluhannya sama: tak siap pakai, kalah dalam persaingan global.

Pertanyaannya hanya satu, kita biarkan terus seperti ini atau dengan legawa kita mulai pembaruan agar para sarjana ilmu terapan mampu menerapkan ilmunya? Itu terpulang pada kesadaran kita, bukan kesombongan atau ego ilmiah.

- Kompas, 18 Maret 2014

Ada Apa Dengan Negara Kita?

30 June 2014 | comments

Kalo baca tulisan di bawah, memang asli  ngurut dada. Tapi itulah kenyataan pahiiiitt, yang dengan terpaksa kita hadapin setiap hari.
Tulisan yang saya copas dari FB Ayah Edy Parenting ini menginspirasi kita, semua yang terjadi di negara kita sebenarnya adalah buah dari pendidikan yang diterapkan di rumah dan di sekolah. Setuju?? ^_^

*******************************************************

MENGAPA POTRET NEGERI KITA JADINYA SEPERTI INI ?

Di jalan raya banyak motor dan mobil saling menyalip satu sama lain.
Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah mereka dididik untuk menjadi lebih cepat dan bukan menjadi lebih sabar, mereka dididik untuk menjadi yang terdepan dan bukan yang tersopan.

Di jalanan pengendara motor lebih suka menambah kecepatannya saat ada orang yang ingin menyeberang jalan dan bukan malah mengurangi kecepatannya.
Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah anak kita setiap hari diburu dengan waktu, di bentak untuk bergerak lebih cepat dan gesit dan bukan di latih untuk mengatur waktu dengan sebaik-baiknya dan dibuat lebih sabar dan peduli.

Di hampir setiap instansi pemerintah dan swasta banyak para pekerja yang suka korupsi.
Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah anak-anak di didik untuk berpenghasilan tinggi dan hidup dengan kemewahan mulai dari pakaian hingga perlengkapan dan bukan di ajari untuk hidup lebih sederhana, ikhlas dan bangga akan kesederhanaan.

Di hampir setiap instansi sipil sampai petugas penegak hukum banyak terjadi kolusi, manipulasi proyek dan anggaran uang rakyat
Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah mereka dididik untuk menjadi lebih pintar dan bukan menjadi lebih jujur dan bangga pada kejujuran.

Di hampir setiap tempat kita mendapati orang yang mudah sekali marah dan merasa diri paling benar sendiri.
Mengapa..?
Kerena dulu sejak kecil dirumah dan disekolah mereka sering di marahi oleh orang tua dan guru mereka dan bukannya diberi pengertian dan kasih sayang.

Di hampir setiap sudut kota kita temukan orang yang tidak lagi peduli pada lingkungan atau orang lain.
Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan disekolah mereka dididik untuk saling berlomba untuk menjadi juara dan bukan saling tolong-menolong untuk membantu yang lemah.

Di hampir setiap kesempatan termasuk di face book ini juga selalu saja ada orang yang mengkritik tanpa mau melakukan koreksi diri sebelumnya.
Mengapa..?
karena dulu sejak kecil di rumah dan disekolah anak-anak biasa di kritik dan bukan di dengarkan segala keluhan dan masalahnya.

Di hampir setiap kesempatan kita sering melihat ada orang "ngotot" dan merasa paling benar sendiri.
Mengapa..?
karena dulu sejak kecil di rumah dan sekolah mereka sering melihat orang tua atau gurunya "ngotot" dan merasa paling benar sendiri.

Di hampir setiap lampu merah dan rumah ibadah kita banyak menemukan pengemis
Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan disekolah mereka selalu diberitahu tentang kelemahan2 dan kekurangan2 mereka dan bukannya di ajari untuk mengenali kelebihan2 dan kekuatan2 mereka.

Jadi sesungguhnya potret dunia dan kehidupan yang terjadi saat ini adalah hasil dari ciptaan kita sendiri di rumah bersama-sama dengan dunia pendidikan di sekolah.
Jika kita ingin mengubah potret ini menjadi lebih baik, maka mulailah mengubah cara mendidik anak-anak kita dirumah dan disekolah tempat khusus yang dirancang bagi anak untuk belajar menjadi manusia yang berakal sehat dan berbudi luhur.

Di olah kembali dari tulisan George Carlinwww.ayahedy.tk
Kunjungi web ayah Edy di www.ayahkita.com

*********************************************************
gambar dari sini
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger