Asuransi Terbaik

28 August 2014 | comments



Oleh Ustadz Budi Ashari, Lc

Bukti cinta orang tua sepanjang jalan adalah mereka memikirkan masa depan anaknya. Mereka tidak ingin anak-anak kelak hidup dalam kesulitan. Persiapan harta pun dipikirkan masak-masak dan maksimal.

Para orang tua sudah ada yang menyiapkan tabungan, asuransi bahkan perusahaan. Rumah pun telah dibangunkan, terhitung sejumlah anak-anaknya. Ada juga yang masih bingung mencari-cari bentuk penyiapan masa depan terbaik. Ada yang sedang memilih perusahaan asuransi yang paling aman dan menjanjikan. Tetapi ada juga yang tak tahu harus berbuat apa karena ekonomi hariannya pun pas-pasan bahkan mungkin kurang.

Bagi yang telah menyiapkan tabungan dan asuransi, titik terpenting yang harus diingatkan adalah jangan sampai kehilangan Allah. Hitungan detail tentang biaya masa depan tidak boleh menghilangkan Allah yang Maha Tahu tentang masa depan. Karena efeknya sangat buruk. Kehilangan keberkahan. Jika keberkahan sirna, harta yang banyak tak memberi manfaat kebaikan sama sekali bagi anak-anak kita. Lihatlah kisah berikut ini:

Dalam buku Alfu Qishshoh wa Qishshoh oleh Hani Al Hajj dibandingkan tentang dua khalifah di jaman Dinasti Bani Umayyah: Hisyam bin Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz. Keduanya sama-sama meninggalkan 11 anak, laki-laki dan perempuan. Tapi bedanya, Hisyam bin Abdul Malik meninggalkan jatah warisan bagi anak-anak laki masing-masing mendapatkan 1 juta Dinar. Sementara anak-anak laki Umar bin Abdul Aziz hanya mendapatkan setengah dinar.

Dengan peninggalan melimpah dari Hisyam bin Abdul Malik untuk semua anak-anaknya ternyata tidak membawa kebaikan. Semua anak-anak Hisyam sepeninggalnya hidup dalam keadaan miskin. Sementara anak-anak Umar bin Abdul Aziz tanpa terkecuali hidup dalam keadaan kaya, bahkan seorang di antara mereka menyumbang fi sabilillah untuk menyiapkan kuda dan perbekalan bagi 100.000 pasukan penunggang kuda.

Apa yang membedakan keduanya? Keberkahan.
Kisah ini semoga bisa mengingatkan kita akan bahayanya harta banyak yang disiapkan untuk masa depan anak-anak tetapi kehilangan keberkahan. 1 juta dinar (hari ini sekitar Rp 2.000.000.000.000,-) tak bisa sekadar untuk berkecukupan apalagi bahagia. Bahkan mengantarkan mereka menuju kefakiran.

Melihat kisah tersebut kita juga belajar bahwa tak terlalu penting berapa yang kita tinggalkan untuk anak-anak kita. Mungkin hanya setengah dinar (hari ini sekitar Rp 1.000.000,-) untuk satu anak kita. Tapi yang sedikit itu membaur dengan keberkahan. Ia akan menjadi modal berharga untuk kebesaran dan kecukupan mereka kelak. Lebih dari itu, membuat mereka menjadi shalih dengan harta itu.
Maka ini hiburan bagi yang hanya sedikit peninggalannya.

Bahkan berikut ini menghibur sekaligus mengajarkan bagi mereka yang tak punya peninggalan harta. Tentu sekaligus bagi yang banyak peninggalannya.
Bacalah dua ayat ini dan rasakan kenyamanannya,

Ayat yang pertama,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.” (Qs. Al Kahfi: 82)

Ayat ini mengisahkan tentang anak yatim yang hartanya masih terus dijaga Allah, bahkan Allah kirimkan orang shalih yang membangunkan rumahnya yang nyaris roboh dengan gratis. Semua penjagaan Allah itu sebabnya adalah keshalihan ayahnya saat masih hidup.
Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan,
“Ayat ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala menjaga orang shalih pada dirinya dan pada anaknya walaupun mereka jauh darinya. Telah diriwayatkan bahwa Allah ta’ala menjaga orang shalih pada tujuh keturunannya.”

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menukil kalimat Hannadah binti Malik Asy Syaibaniyyah,
“Disebutkan bahwa kedua (anak yatim itu) dijaga karena kesholehan ayahnya. Tidak disebutkan kesholehan keduanya. Antara keduanya dan ayah yang disebutkan keshalihan adalah 7 turunan. Pekerjaannya dulu adalah tukang tenun.”

Selanjutnya Ibnu Katsir menerangkan,
“Kalimat: (dahulu ayah keduanya orang yang sholeh) menunjukkan bahwa seorang yang shalih akan dijaga keturunannya. Keberkahan ibadahnya akan melingkupi mereka di dunia dan akhirat dengan syafaat bagi mereka, diangkatnya derajat pada derajat tertinggi di surga, agar ia senang bisa melihat mereka, sebagaimana dalam Al Quran dan Hadits. Said bin Jubair berkata dari Ibnu Abbas: kedua anak itu dijaga karena keshalihan ayah mereka. Dan tidak disebutkan kesholehan mereka. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa ia adalah ayahnya jauh. Wallahu A’lam

Ayat yang kedua,
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
“Sesungguhnya pelindungku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (Qs. Al A’raf: 196)
Ayat ini mengirimkan keyakinan pada orang beriman bahwa Allah yang kuasa menurunkan al Kitab sebagai bukti rahmatNya bagi makhlukNya, Dia pula yang akan mengurusi, menjaga dan menolong orang-orang shalih dengan kuasa dan rahmatNya. Sekuat inilah seharusnya keyakinan kita sebagai orang beriman. Termasuk keyakinan kita terhadap anak-anak kita sepeninggal kita.
 Untuk lebih jelas, kisah orang mulia berikut ini mengajarkan aplikasinya.

Ketika Umar bin Abdul Aziz telah dekat dengan kematian, datanglah Maslamah bin Abdul Malik. Ia berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, engkau telah mengosongkan mulut-mulut anakmu dari harta ini. Andai anda mewasiatkan mereka kepadaku atau orang-orang sepertiku dari masyarakatmu, mereka akan mencukupi kebutuhan mereka.”
Ketika Umar mendengar kalimat ini ia berkata, “Dudukkan saya!”
Mereka pun mendudukkannya.

Umar bin Abdul Aziz berkata, “Aku telah mendengar ucapanmu, wahai Maslamah. Adapun perkataanmu bahwa aku telah mengosongkan mulut-mulut anakku dari harta ini, demi Allah aku tidak pernah mendzalimi hak mereka dan aku tidak mungkin memberikan mereka sesuatu yang merupakan hak orang lain. Adapun perkataanmu tentang wasiat, maka wasiatku tentang mereka adalah:
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
Anaknya Umar satu dari dua jenis: shalih maka Allah akan mencukupinya atau tidak sholeh maka aku tidak mau menjadi orang pertama yang membantunya dengan harta untuk maksiat kepada Allah.” (Umar ibn Abdil Aziz Ma’alim At Tajdid wal Ishlah, Ali Muhammad Ash Shalaby)

Begitulah ayat bekerja pada keyakinan seorang Umar bin Abdul Aziz. Ia yang telah yakin mendidik anaknya menjadi shalih, walau hanya setengah dinar hak anak laki-laki dan seperempat dinar hak anak perempuan, tetapi dia yakin pasti Allah yang mengurusi, menjaga dan menolong anak-anak sepeninggalnya. Dan kisah di atas telah menunjukkan bahwa keyakinannya itu benar.

Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang khalifah besar yang berhasil memakmurkan masyarakat besarnya. Tentu dia juga berhak untuk makmur seperti masyarakatnya. Minimal sama, atau bahkan ia punya hak lebih sebagai pemimpin mereka.
Tetapi ternyata ia tidak meninggalkan banyak harta. Tak ada tabungan yang cukup. Tak ada usaha yang mapan. Tak ada asuransi seperti hari ini.
Tapi tidak ada sedikit pun kekhawatiran. Tidak tersirat secuil pun rasa takut. Karena yang disyaratkan ayat telah ia penuhi. Ya, anak-anak yang shalih hasil didikannya.

Maka izinkan kita ambil kesimpulannya:
Bagi yang mau meninggalkan jaminan masa depan anaknya berupa tabungan, asuransi atau perusahaan, simpankan untuk anak-anak dari harta yang tak diragukan kehalalannya.
Hati-hati bersandar pada harta dan hitung-hitungan belaka. Dan lupa akan Allah yang Maha Mengetahui yang akan terjadi.

Jaminan yang paling berharga –bagi yang berharta ataupun yang tidak-, yang akan menjamin masa depan anak-anak adalah: keshalihan para ayah dan keshalihan anak-anak.
Dengan keshalihan ayah, mereka dijaga.
Dan dengan keshalihan anak-anak, mereka akan diurusi, dijaga, dan ditolong Allah.

***************
 gambar dari sini

Belajar Tanggung Jawab dari Merapikan Barang

| comments



Memiliki anak memang pasti ada konsekuensinya, salah satunya adalah rumah atau kamar yang berantakan karena mainan anak berserakan. Betapa melelahkannya kalau siang-malam harus bolak-balik merapikan mainan anak hanya untuk diserakkan lagi olehnya.

Nah, oleh sebab itu, yuk, Ma, mulai ajari anak untuk membereskan dan merapikan baran-barangnya sendiri. Bukan hanya membantu meringankan Anda, tapi juga untuk mengajarinya untuk bertanggung jawab memelihara baran-barang miliknya, sekaligus agar Ia sadar bahwa membereskan mainan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bermain.

Sebaiknya, anak diajak untuk membantu membereskan barang-barangnya sejak dini. Bagaimana merapikan dan seberapa banyak yang dibereskan tentu harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Anak balita yang disuruh membereskan kamar berantakan tentu merasa kewalahan dan bisa jadi malah ngambek. Jadi sabar-sabar mengajarinya ya, Ma.

• Saat anak batita sudah bisa mengikuti permintaan Anda, cobalah minta Ia memasukkan mainan yang sedang dipegangnya ke dalam kotak atau keranjang khusus yang Anda sediakan. Jadikanlah itu sebagai permainan.

• Selanjutnya, Anda bisa meningkatkan ‘level’. Mintalah Ia memungut mainan tertentu untuk dimasukkan ke kotak, misal “Ambil bolanya sayang, masukkan ke kotak biru. Sekarang ambil boneka bebeknya, masukkan juga ke kotak sama bola”. Sebutkan bendanya satu-satu secara spesifik. Lakukan ini setiap hari, setiap kali selesai bermain.

• Lebih baik ajak Ia beres-beres mainan yang sudah selesai dimainkan dulu sebelum mengizinkannya ‘menyebar’ mainan-mainan lain. Soalnya kalau sudah telanjur berantakan hebat, anak malah jadi enggan membereskan, sama seperti kita yang sering merasa bingung mulai membereskan dari mana saat melihat tempat yang berantakan bak kapal pecah. Berhasil melakukan tugas-tugas kecil akan menumbuhkan rasa percaya dirinya.

• Kalau dari kecil sudah terbiasa dilatih membereskan barang-barangnya, di usia TK biasanya sudah bisa dipercaya melakukan tugas yang lebih menantang. Mama mulai bisa untuk mengatakan, “Kakak, beresin mobil-mobilannya, dong!” Bahkan jika mobil-mobilan beserta jenis mainan lain berserakan di area bermainnya, Ia sudah akan mampu membereskan.

• Yang penting, jadikanlah waktu beres-beres menyenangkan bagi anak. Jadikan itu sebuah permainan juga, Anda bisa mengajaknya berlomba memasukkan barang ke keranjang, atau memutar sebuah lagu dan berusaha memasukkan semua barang ke kotak penyimpanan saat lagu selesai.

(Copas dari FB Karima Edukasi)

**********
gambar dari sini

Anak Berendeng

22 August 2014 | comments

Anak saya berendeng.....alias berurutan kayak not lagu...do...re....mi....
Benernya sih, yang berendeng cuma tiga anak terakhir. Yang pertama si sulung, sempat menjadi anak tunggal selama 7 tahun. Sampe punya adek langsung tiga biji berturut-turut. Alhamdulillah.


Kisah punya anak berendeng gini penuh drama deh. Secara saya termasuk penderita PCOC  (silakan googling yak..*malesnulis.com). Salah dua ciri-ciri penderita PCOC adalah haid tidak teratur, dan sulit punya anak.

Waktu masih di Jepang, setelah si sulung usianya 3 tahun, mulailah dia nanya-nanya kapan bisa punya adek. Dia ngiri soalnya, ngeliat temen-temennya pada punya adek. Malah ada yang adeknya 2 biji. Saya mah lempeng aja, bilang ke dia untuk berdoa. Walopun dalam hati, sedih juga sih, karena kok si adek bayi ngga nongol-nongol di perut saya.

Akhirnya bareng suami, saya pergi ke klinik untuk konsultasi dan terapi. Setelah diperiksa macam-macam, luar dalem sampe diobok-obok dan nyaris bikin pingsan, si dokter ngambil kesimpulan kalo saya tuh menderita PCOC. Terapinya, dengan minum obat, dan kontrol rutin sebulan sekali.

Naah..., saya yang dasarnya males bolak balik ke RS (soalnya kudu naik turun tangga di stasiun kereta,  plus jalan kaki 15 menitan untuk menuju ke RS sono), cuma bertahan sebulan dua bulan ngikutin ntu sesi terapi.  Selanjutnya....ya....terserah saya. Hehehe...

Kurleb dua bulan setelah si sulung berumur 6 tahun, saya hamil. Tapi sayangnya, si janin cuma bisa bertahan sampe 8 minggu saja. Duh, ini termasuk episode yang bikin saya banjir airmata dan darah.
Sampe bikin tulisan curhat nan mellow ini *ni tulisan aslinya dah ngga ada di saya. Syukurnya pas di google ada yang muatin ternyata...

Naaahh.....serunya lagi. Setelah keguguran, saya ngga sempet haid....tau-tau udah hamil lagi !!! Dan saya baru nyadar setelah usia kandungan sudah 2 bulanan. Karena itu tadi, haid saya kan ngga beraturan. Alhamdulillah, si bayi sehat-sehat aja. Sampe lahir pun ni anak kedua asliiiiiii, yang paling lincaahh dan banyak gerak dari sodara-sodaranya.

Yang paling senang tentu saja si sulung. Dia selalu ulang-ulang ngomong,"Yume mitai naa...".
Bahasa gaulnya, Its like a dream !!! Apalagi adeknya ini laki-laki. Bertambah senanglah dia. Bakal ada temen buat maen bola n maen berantem-beranteman. Hehe...alhamdulillah..

Anak yang ketiga pun sama. Saya ngga nyadar, tau-tau dia nongol aja di perut. Padahal waktu itu, saya lagi sibuk-sibuknya pindahan. Dari pinggiran Tokyo ke pusat Tokyo. Tau sendiri kan gimana yang namanya pindahan? Apalagi pas pindahan sekarang, ngga pake jasa packing. Walhasil, semuaaaa dipacking sendiri. Belum acara bongkar muatan dan beres-beres di rumah yang baru. Fiiiuuuhh.

Tapi ya itu tadi, Masya Allah, si janin yang masih imut itu bisa bertahan kuat di perut saya. Dan...akhirnya si bayi perempuan cantik ini lahir dengan sehat dan normal, tepat ketika anak kedua saya berusia 1 tahun 10 hari !!! Yup, mereka hanya beda setahun sodara-sodara.

Sayapun ngalamin saat-saat heboh, merawat dua bayi sekaligus. Dua tangan penuh sama bayi, terutama pas waktu nyusu. Gendong mau ngga mau harus bergantian. Syukurnya, anak sulung saya sering ngebantuin. Plus si bayi yang gede juga ngga terlalu rewel. Begitu juga si bayi perempuan, yang kalo udah kena kasur, langsung teparrr dengan nyenyak. Persis emaknya.

Daaaaan, tanpa disadari, saya hamil lagi !!!  Pas usia kehamilan 4 bulan, kami sekeluarga back for good ke tanah air tercintah. Ketika anak perempuan saya berusia 1,5 tahun, lahirlah anak keempat kami, laki-laki yang putiiiiiiihh....seperti bule. Padahal ni anak doang yang lahir di Indonesia, tapi kok malah lebih terang dan mengkilap dibanding kakak-kakaknya. Hehehe.

Awal-awal punya balita tiga biji sekaligus, benar-benar deh, bikin hidup seperti alam mimpi. Bawaannya pengen ngimpi mulu, saking susahnya cari waktu untuk bobo. Giliran si bayi bule bobo, kakak-kakaknya yang heboh, yang minta susu, yang minta digarukin, de el el. Giliran kakak-kakaknya bobo, ehhh....si bayi bule yang on. Jadinya, kalo mereka bertiga bisa tidur pules berbarengan, adalah satu anugerah banget buat si emak.

Belum termasuk deg-deg-annya, kalo ninggalin si bayi bule sendirian. Entah berapakali kejadian, saya nemuin si bayi lagi dijadiin kuda-kudaan sama kakaknya yang 1,5 th. Hadeeeuuuhh. Untung kejadiannya di kasur, jadi si bayi bule ga terlalu berasa sakit.

Setelah 3 tahun pertama punya balita berendeng, baru terasa nikmatnya. Karena mereka dah bisa maen sesama mereka. Dan ga terlalu bergantung penuh ke emaknya. Apalagi sekarang, setelah usia mereka masing-masing 6 th, 5 th dan 4 th. Makin keenakan dah emaknya. Secara masing-masing dah terbiasa makan dan mandi sendiri, termasuk urusan buang-buang hajat. Ehh...kecuali si bule deng. Ni anak lebih manja. Agak susah disuruh latihan makan sendiri.

Yaaaaaa....alhamdulillah banget, bisa punya anak empat. Sesuatu yang saya dan suami ngga pernah bayangkan. Cuma lucunya, kalo saya tanya ke si sulung yang sekarang dah masuk usia remaja, "Gimana masih mo punya adek lagi ngga??"
Dia akan dengan semangat berkata,"Tidaaaaakk....cukup 3 ajaaaaa"


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger