Cerita Haji: Menjelang Keberangkatan

28 January 2007 | comments (11)

Adegan india yang berlangsung beberapa saat di siang hari itu, akhirnya selesai sudah. Saya kembali disibukkan dengan urusan perkoporan... (kok belom beres2 siiiihhh).
Iya nih, sebenarnya udah beres, cuma kan kudu ngecek lagi. Apalagi sorenya, sang kopor besar akan diambil oleh jasa pengiriman kopor ke bandara. Kami biasa memakai jasa ini, karena jarak dari rumah ke bandara yang.....jauuuuhh sekali. Sekitar tiga jam-an. Harganya lumayanlah, dibanding hebohnya ngangkut-ngangkut naik turun tangga di stasiun kereta dimana itupun harus beberapa kali berganti-ganti kereta.

Sebisa mungkin, saya mengurangi jumlah barang dalam kopor. Maksudnya, yang perluuuu banget yang dibawa. Soalnya saya yakin banget, balik dari haji, pasti isi kopor udah beranak pinak sampai ke buyut

Satu jam sebelum diambil, kopor dah rapi. Berikutnya, saya disibukkan kembali dengan urusan beresin rumah. Saya pengennya meninggalkan rumah dalam keadaan rapi jali. Supaya pas balik nanti, ngga stres gitu loh ...ngeliat ada kapal yang pecah di rumah..
Segala isi rumah saya rapihin dan bersihin, dari kamar mandi, wc, dapur, kamar tidur, kulkas...dan semuanya beres setelah jam 11 malam !!! Waduh, lama juga ya.

Oiya, diselang saya melakukan kegiatan bersih-bersih, tiba-tiba ada telepon berdering jam 10 malam. Saya perhatikan nomornya, oooo....ternyata dari Mamanya Fadhil.
Wah, ada apa nih, pikir saya. Pasti ada apa-apa dengan si Mushab....

"Halo, assalamualaikum, Rin. Masih sibuk yah? Ini ....si Mushab mau ngomong."

"Waalaikumsalam. Loh bu Robiah, bukannya udah pada bobo jam segini?"

"Iya...udah pada bobo. Tinggal Mushab aja yang belum. Katanya dia ngga bisa tidur. Mo nelpon dulu ke mama."

Suara di seberang telepon tiba-tiba sudah berubah....

"Mama....ini Mushab. Mushab nemuranai....".
Suara makhluk kecil di seberang terdengar pelan.

"Ya ampun, Mushab kenapa sayang? Mushab belum baca doa bobo kali?
Udah sholat Isya belum? Trus tiap malam sebelum bobo, jangan lupa sikat gigi ya.
Trus jangan nahan-nahan pipis. Jangan.....".
Saya tanpa perasaan terus nyerocos dengan doktrin-doktrin harian

"Mama.....", Mushab menghentikan omongan saya yang melaju seperti shinkansen.

"Iya, kenapa sayang?"
Saya berusaha mendengar secara seksama dan mengira-ngira nada suaranya yang makin lama terdengar seperti sedang menahan tangis.

"Mama,.....Mushab... Mushab....mau....mau... ketemu... Mama...".

Suara sesenggukan itu semakin jelas, menyelingi kata-kata yang diucapkannya.

Hhhhh, saya menarik napas. Setahu saya, anak ini tegar sekali. Malah minggu-minggu sebelumnya, ketika latihan nginep di rumah Fadhil, dia begitu senang. Sampai-sampai keenakan ngga mau pulang dari sana.

"Mushab sayang, dengerin Mama yah. Insya Allah, Mushab nanti bisa ketemu Mama sama Papa, kalau Mama Papa udah selesai naik haji. Mushab doain aja supaya Mama Papa sehat trus bisa ketemu lagi sama Mushab yaaa...
Mushab kan anak sholeh, pasti disayang Allah. Kalo udah disayang Allah, nanti doa-doanya didengeri sama Allah.
Sekarang, Mushab berdoa sama Allah ya sayang. Minta sama Allah, supaya Mushab bisa bobo nyenyak ya...."

"Iya...."

"Insya Allah kalau udah sampai di sana, Mama nanti telpon Mushab kok sayang..."

"Nanti Mama telponnya mainichi ya?"

"Hmm, nanti Mama liat dulu....soalnya mahal sayang..".
Hihihi, jiwa ngiritnya kambuh lagi nih :D

"Udah sayang. Mushab jangan nangis lagi ya.
Sekarang bobo aja sayang. Jangan lupa berdoa."

"Haik, wakatta. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Gagang telpon berpindah. Saya minta maaf ke bu Robiah karena sudah merepotkan. Bu Robiah dengan suaranya yang ramah menjawab kalau dia malah senang ada Mushab. Jadi berasa punya anak kecil lagi.....hehehe. Anaknya memang sudah besar-besar. Yang tertua kuliah di Jogja. Yang kedua sudah SMP. Yang ketiga kelas 6 SD, dan si bungsu laki-laki satu-satunya kelas 3 SD. Makanya beliau senang dengan Mushab, apalagi si Fadhil, jadi punya adik laki-laki

Kembali ke soal beres-beres dan bersih-bersih, setelah jam 11 malam lewat sedikit, saya memutuskan untuk tidur. Apalagi si doi sudah dari tadi mendarat ke pulau kapuk.
Hoaaammm....saya menguap berkali-kali.
Tidak berapa lama, saya terkapar dengan sukses dibalik hangatnya selimut

****************

Pagi hari, setelah sholat subuh, saya dan suami langsung bergerak. Mengerjakan beberapa yang tersisa. Suami kebagian membuat label untuk digantungkan di dua buah kopor besar kami, di bandara nanti.

Bukan cerita baru, kopor-kopor jamaah haji banyak yang hilang ngga jelas rimbanya. Untuk menghindari hal itu, maka setiap anggota rombongan memasang label dengan cara menempel atau mengikatkan di kopor dan tas miliknya.

Saya kebagian mengecek kembali isi barang-barang di dua kopor kecil. Setelah itu saya
memasak sarapan pagi, yaitu telor dadar...hehehe. Pilih yang gampang lagi :D

Jam setengah sembilan, kami sudah siap. Saya membawa tas kecil yang diselempang dan kopor dorong berukuran kecil. Suami memakai tas pinggang dan tas kopor yang disanding ke punggung seperti ransel.

"Bismillahirrahmanirrahim...". Dalam hati saya berdoa, semoga tidak ada yang tertinggal. Saya berusaha mengingat semua berkas yang diperlukan. Saya buka kembali tas kecil. Paspor, tiket...semua ada.

"Ya Allah, semoga aku dan suami masih diberi kesempatan untuk kembali ke rumah ini lagi."
Doa saya selanjutnya, setelah suami mengunci pintu rumah kami yang terletak di lantai tiga.

Kami berpamitan dengan oya-san, yang rumahnya terletak di samping apartemen. Kemudian kami berjalan kaki menuju stasiun kereta yang jaraknya sekitar 13 menit dari rumah.

Baru limapuluh meter berjalan.....

"Mama..udah dicek semua? Tiket? Paspor? ID-card?"
Suami saya mengingatkan.

"Astaghfirullah,.....ID-Cardnya....ketinggalan !!", setengah teriak saya teringat, hanya memasukkan uang ke dalam dompet baru. Seluruh isi dompet lama, termasuk ID-card, masih tetap tersimpan di dompet lama yang saya tinggalkan di rumah.

Sebelum mendengar ucapan suami berikutnya, saya segera berlari menuju apartemen kami. Terburu-buru saya menaiki tangga menuju lantai tiga.

"Ya Allah, Alhamdulillah, Engkau mengingatkan saya lewat suami. Ngga kebayang deh keluar Jepang ngga bawa ID-card....", saya bersyukur dalam hati sambil menyesali kecerobohan saya yang memindahkan isi dompet lama ke dompet baru dengan tidak teliti.
ID-card atau KTP untuk warga asing di Jepang, memang harus dibawa kemanapun, termasuk ketika bepergian keluar Jepang.
Kalau tidak, bisa-bisa saya ga boleh masuk ke Jepang lagi

Duh, semoga ini kecerobohan pertama dan terakhir selama perjalanan haji ....















Cerita Haji: Siap-siap

25 January 2007 | comments (12)

"Jilbab, blus panjang, kulot, handuk, perlengkapan mandi....."
Saya periksa kembali isi kopor yang sudah tertata sebagian. Sambil sesekali melihat kertas print yang berisi list barang-barang yang perlu dibawa.

"Ya ampun, senter kecil belum dibeli. Bantal tiup juga belum...."
Ternyata masih ada beberapa barang yang masih harus dibeli lagi.

Besoknya, ketika melanjutkan usaha penataan dua kopor besar dan dua kopor kecil, lagi-lagi adaaaaa saja barang-barang yang masih perlu dibeli.

"Waduh, kalo gini kapan beresnya yak..", saya jadi bingung sendiri. Padahal waktu keberangkatan tinggal dua hari lagi.
Walhasil, sampai malam sebelum hari H, saya masih terus berburu.
"Wajar kali ya, bolak balik belanja gini. Namanya juga perjalanan panjang".
Hehe...nyari pembenaran nih judulnya

Alhamdulillah, akhirnya beres juga. Sekarang tinggal nyiapin mental, ninggalin si Mushab.
Selama haji, si Mushab dititipkan di rumah kawan saya, yang kebetulan anak bungsunya jadi idolanya Mushab
Makanya si Mushab bahagia banget pas saya bilangin dia bakal tinggal serumah sama Fadl selama saya dan suami haji.

Kami berangkat hari Minggu pagi, dan rencananya Sabtu siang nanti, Mushab diantar suami ke rumah teman saya itu. Saya sendiri ngga ikut, karena lagi ngga enak badan....(kecapean abis bolak balik belanja mulu..hehehe)

Sabtu pagi, saya siapkan barang-barangnya Mushab. Siangnya, setelah sholat Dzuhur....
"Mushab, Mama ngga ikut antar ya. Mushab sama Papa aja perginya.".
Masih dengan mukena, saya belai rambut halus Mushab sambil menahan hati yang bergejolak dan gumpalan air di mata saya.

"Iya, Mushab ngga apa-apa kok. Mama istirahat aja di rumah yah, kan besok Mama mo pergi..."
Wajah mungil di hadapan saya terlihat tenang, sambil tangannya mengelus wajah saya.

"Mushab, gomen ne. Mama suka marah-marah sama Mushab. Hontou wa..., Mama sayang banget sama Mushab".
Saya peluk badan kecilnya. Gumpalan air di mata saya langsung tumpah. Membasahi coatnya Mushab.

"Mama...kenapa nangis? Mama jangan nangis dong..Mushab jadi sedih juga nih.."
Tiba-tiba mata mungilnya mulai memerah.
"Mama, Mushab juga gomen ne. Mushab suka ngga dengerin Mama......".
Dipeluknya saya erat-erat.

"Ayo Mushab, berangkat.", ajak suami saya yang dari tadi sudah berdiri di dekat pintu.

Saya lepaskan pelukannya.
"Mushab, gambatte ne. Doain Mama sama Papa ya..."

Akhirnya, badan mungil itu lenyap dari hadapan saya. Terdengar dari balik pintu suara Mushab yang melengking karena menangis.
Pipi saya pun semakin basah....




Kenangan Haji

| comments (18)

Dua minggu yang lalu saya tiba di Jepang, setelah 18 hari melewati perjalanan yang begitu indah.
Fiuuuh, cepatnya waktu berlalu. Bagaikan mimpi indah yang hanya berlangsung sekian jam, tiba-tiba saya sudah terbangun dari balik selimut tebal dan menjalani kembali rutinitas hidup seperti semula .

Hari-hari pertama di Jepang, saya lewati dengan susah payah. Bukannya apa-apa, tapi ada dua orang yang sedang sakit di rumah ini yang harus saya rawat.
Yang pertama, anak saya yang terkena cacar air, dan yang kedua....ya saya sendiri.....

Alhamdulillah banget, saya tumbang justru setelah berhaji. Ngga kebayang deh kalo tumbangnya pas di sana....glek

Karena saya tumbang, terpaksa deh umat di rumah, makannya jadi kurang gizi. Kalo ga abon, ya indomi...
Sekali-sekali suami beli juga sih makanan jadi di luar, tapi ya itu ..pilihannya ga banyak.

Sama dengan si kecil, selama berhari-hari, saya kerjanya cuma: makan...tidur...sholat...makan...tidur...sholat.....
Walhasil, rumah dah seperti kapal yang pecah berkeping-keping. Dua kopor besar dan kecil tergeletak tak berdaya dengan sebagian isinya yang berceceran di sana sini.
Saya yang sebenarnya pecinta kerapihan..(ciee) terpaksa bertahan melihat ada kapal yang pecah di rumah ini.

Alhamdulillah, seminggu kemudian kondisi sudah mulai membaik. Dan gerakan bersih-bersih dan beres-berespun bisa dilaksanakan

Cuma, hati saya kok ga bisa diajak riang ya. Walaupun saya dah mulai banyak berkicau seperti biasanya, tapi teteeeeeeuuuup aja hati masih terasa sedih.

Iya...memang bener....saya masih teringat-ingat dengan perjalanan haji. Saya masih ingat dengan jelas, bukit-bukit batu di kota Mekkah, iringan manusia yang menyemuti Masjidil Haram, orang-orang yang thawaf di sekeliling Kabah, tenda-tenda besar berwarna putih yang terhampar di Mina dan Arafah, sebuah mesjid megah di Madinah yang didalamnya terbujur jasad manusia paling mulia di muka bumi.......

Masih banyak lagi, kepingan-kepingan kenangan yang selalu membayangi pikiran saya entah sampai kapan....

"Mama, kenapa menangis? Mama ingat haji lagi ya?
Kalau begitu Mama ngga boleh nonton haji lagi ah....abis nangis mulu..."

Anak saya protes, setiap saya menonton film-film dokumenter seputar haji, hasil browsing di internet, selalu saja ada air yang jatuh...setetes demi setetes...

Ah, perjalanan yang sangat indah dan seumur hidup tidak akan terlupakan. Juga kawan-kawan seperjalanan yang sudah seperti keluarga sendiri, membuat perjalanan haji semakin indah dan bermakna......

********

Sejak beberapa hari yang lalu, saya mencoba menuliskan pengalaman haji yang saya alami.
Tapi yang ada, saya malah keasikan mengingat, menghayati dan meresapi potongan-potongan memori yang berkelebat di pikiran saya......seolah-olah saya benar-benar sedang hadir di sana

Ngga ah....saya harus kuat, masak cengeng banget sih
Kalo terus-terusan sentimental begini, gimana bisa hidup normal....

Ayo  nulis...nulis





 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger