Iya nih, sebenarnya udah beres, cuma kan kudu ngecek lagi. Apalagi sorenya, sang kopor besar akan diambil oleh jasa pengiriman kopor ke bandara. Kami biasa memakai jasa ini, karena jarak dari rumah ke bandara yang.....jauuuuhh sekali. Sekitar tiga jam-an. Harganya lumayanlah, dibanding hebohnya ngangkut-ngangkut naik turun tangga di stasiun kereta dimana itupun harus beberapa kali berganti-ganti kereta.
Sebisa mungkin, saya mengurangi jumlah barang dalam kopor. Maksudnya, yang perluuuu banget yang dibawa. Soalnya saya yakin banget, balik dari haji, pasti isi kopor udah beranak pinak sampai ke buyut

Satu jam sebelum diambil, kopor dah rapi. Berikutnya, saya disibukkan kembali dengan urusan beresin rumah. Saya pengennya meninggalkan rumah dalam keadaan rapi jali. Supaya pas balik nanti, ngga stres gitu loh ...ngeliat ada kapal yang pecah di rumah..

Segala isi rumah saya rapihin dan bersihin, dari kamar mandi, wc, dapur, kamar tidur, kulkas...dan semuanya beres setelah jam 11 malam !!! Waduh, lama juga ya.
Oiya, diselang saya melakukan kegiatan bersih-bersih, tiba-tiba ada telepon berdering jam 10 malam. Saya perhatikan nomornya, oooo....ternyata dari Mamanya Fadhil.
Wah, ada apa nih, pikir saya. Pasti ada apa-apa dengan si Mushab....
"Halo, assalamualaikum, Rin. Masih sibuk yah? Ini ....si Mushab mau ngomong."
"Waalaikumsalam. Loh bu Robiah, bukannya udah pada bobo jam segini?"
"Iya...udah pada bobo. Tinggal Mushab aja yang belum. Katanya dia ngga bisa tidur. Mo nelpon dulu ke mama."
Suara di seberang telepon tiba-tiba sudah berubah....
"Mama....ini Mushab. Mushab nemuranai....".
Suara makhluk kecil di seberang terdengar pelan.
"Ya ampun, Mushab kenapa sayang? Mushab belum baca doa bobo kali?
Udah sholat Isya belum? Trus tiap malam sebelum bobo, jangan lupa sikat gigi ya.
Trus jangan nahan-nahan pipis. Jangan.....".
Saya tanpa perasaan terus nyerocos dengan doktrin-doktrin harian

"Mama.....", Mushab menghentikan omongan saya yang melaju seperti shinkansen.
"Iya, kenapa sayang?"
Saya berusaha mendengar secara seksama dan mengira-ngira nada suaranya yang makin lama terdengar seperti sedang menahan tangis.
"Mama,.....Mushab... Mushab....mau....mau... ketemu... Mama...".
Suara sesenggukan itu semakin jelas, menyelingi kata-kata yang diucapkannya.
Hhhhh, saya menarik napas. Setahu saya, anak ini tegar sekali. Malah minggu-minggu sebelumnya, ketika latihan nginep di rumah Fadhil, dia begitu senang. Sampai-sampai keenakan ngga mau pulang dari sana.
"Mushab sayang, dengerin Mama yah. Insya Allah, Mushab nanti bisa ketemu Mama sama Papa, kalau Mama Papa udah selesai naik haji. Mushab doain aja supaya Mama Papa sehat trus bisa ketemu lagi sama Mushab yaaa...
Mushab kan anak sholeh, pasti disayang Allah. Kalo udah disayang Allah, nanti doa-doanya didengeri sama Allah.
Sekarang, Mushab berdoa sama Allah ya sayang. Minta sama Allah, supaya Mushab bisa bobo nyenyak ya...."
"Iya...."
"Insya Allah kalau udah sampai di sana, Mama nanti telpon Mushab kok sayang..."
"Nanti Mama telponnya mainichi ya?"
"Hmm, nanti Mama liat dulu....soalnya mahal sayang..".
Hihihi, jiwa ngiritnya kambuh lagi nih :D
"Udah sayang. Mushab jangan nangis lagi ya.
Sekarang bobo aja sayang. Jangan lupa berdoa."
"Haik, wakatta. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Gagang telpon berpindah. Saya minta maaf ke bu Robiah karena sudah merepotkan. Bu Robiah dengan suaranya yang ramah menjawab kalau dia malah senang ada Mushab. Jadi berasa punya anak kecil lagi.....hehehe. Anaknya memang sudah besar-besar. Yang tertua kuliah di Jogja. Yang kedua sudah SMP. Yang ketiga kelas 6 SD, dan si bungsu laki-laki satu-satunya kelas 3 SD. Makanya beliau senang dengan Mushab, apalagi si Fadhil, jadi punya adik laki-laki

Kembali ke soal beres-beres dan bersih-bersih, setelah jam 11 malam lewat sedikit, saya memutuskan untuk tidur. Apalagi si doi sudah dari tadi mendarat ke pulau kapuk.
Hoaaammm....saya menguap berkali-kali.
Tidak berapa lama, saya terkapar dengan sukses dibalik hangatnya selimut

****************
Pagi hari, setelah sholat subuh, saya dan suami langsung bergerak. Mengerjakan beberapa yang tersisa. Suami kebagian membuat label untuk digantungkan di dua buah kopor besar kami, di bandara nanti.
Bukan cerita baru, kopor-kopor jamaah haji banyak yang hilang ngga jelas rimbanya. Untuk menghindari hal itu, maka setiap anggota rombongan memasang label dengan cara menempel atau mengikatkan di kopor dan tas miliknya.
Saya kebagian mengecek kembali isi barang-barang di dua kopor kecil. Setelah itu saya
memasak sarapan pagi, yaitu telor dadar...hehehe. Pilih yang gampang lagi :D
Jam setengah sembilan, kami sudah siap. Saya membawa tas kecil yang diselempang dan kopor dorong berukuran kecil. Suami memakai tas pinggang dan tas kopor yang disanding ke punggung seperti ransel.
"Bismillahirrahmanirrahim...". Dalam hati saya berdoa, semoga tidak ada yang tertinggal. Saya berusaha mengingat semua berkas yang diperlukan. Saya buka kembali tas kecil. Paspor, tiket...semua ada.
"Ya Allah, semoga aku dan suami masih diberi kesempatan untuk kembali ke rumah ini lagi."
Doa saya selanjutnya, setelah suami mengunci pintu rumah kami yang terletak di lantai tiga.
Kami berpamitan dengan oya-san, yang rumahnya terletak di samping apartemen. Kemudian kami berjalan kaki menuju stasiun kereta yang jaraknya sekitar 13 menit dari rumah.
Baru limapuluh meter berjalan.....
"Mama..udah dicek semua? Tiket? Paspor? ID-card?"
Suami saya mengingatkan.
"Astaghfirullah,.....ID-Cardnya....ketinggalan !!", setengah teriak saya teringat, hanya memasukkan uang ke dalam dompet baru. Seluruh isi dompet lama, termasuk ID-card, masih tetap tersimpan di dompet lama yang saya tinggalkan di rumah.
Sebelum mendengar ucapan suami berikutnya, saya segera berlari menuju apartemen kami. Terburu-buru saya menaiki tangga menuju lantai tiga.
"Ya Allah, Alhamdulillah, Engkau mengingatkan saya lewat suami. Ngga kebayang deh keluar Jepang ngga bawa ID-card....", saya bersyukur dalam hati sambil menyesali kecerobohan saya yang memindahkan isi dompet lama ke dompet baru dengan tidak teliti.
ID-card atau KTP untuk warga asing di Jepang, memang harus dibawa kemanapun, termasuk ketika bepergian keluar Jepang.
Kalau tidak, bisa-bisa saya ga boleh masuk ke Jepang lagi

Duh, semoga ini kecerobohan pertama dan terakhir selama perjalanan haji

+ comments + 11 comments
nunggu lanjutannya....:x
sudah kembali dengan selamat khan?
lanjutannya ?? *masih berputar2 di kepala* ^-^
alhamdulillah...sudah... :D
Masih tetep ditunggu cerita selanjutnya mbak Rin.........
iya ya Mba Rin lanjutannya :D
yang nunggu juga...hihi..hi..
betewe, moga hajinya mabrur ya..
wah, ternyata mushab bisa sedih gitu yah mau jauhan ama mamanya..hik..hik...
Ditunggu lho lanjutannya Rin...artis india pergi haji..eitt salah ding, jeung rina pergi haji-nya..:x
mba rinaaaa, peragakan dong adegan india nya hihi . kok ga dikeluarin selama haji kemaren, jaim yaaaaa wekekekekek
Riin..subhanaLLoh..baru balik dari haji ya..
Mabrur insya Alloh yaa...Gimana lanjutannya..semua lancar kan di sana..?
btw, gmn tuh nyari visa-nya mba..?? kayaknya masuk kategori perjuangan tingkat tinggi ya..??
Post a Comment