Perjalanan menuju Jeddah lumayan jauh. Dari Jepang, kami transit dulu di Malaysia sehari semalam. Jepang-Malaysia memakan waktu kurang lebih 6 jam. Dan Malaysia-Jeddah sekitar 9 jam. Total 15 jam kami menghabiskan waktu di pesawat.
Di Malaysia, saya sempat mengalami kejadian menegangkan. Ceritanya saat itu, kami berempat, saya dan suami, sahabat saya dan suami, menikmati makan malam di salah satu restoran bandara, sekitar jam 11 malam. Setelah makan kami berempat berjalan kaki menuju hotel transit, yang jaraknya cuma 5 menit berjalan kaki. Tapi karena perut yang kenyang, dan mata yang sudah 5 watt, kok rasanya jauh juga. Untunglah kami ketemu mobil kecil yang biasa digunakan di bandara untuk mengantar orang-orang yang berseliweran di bandara.
Tak lama kami sudah tiba di ruang depan hotel. Para suami berjalan di depan, sedangkan saya dan sahabat saya berjalan di belakang. Tiba-tiba saya tersadar...., loh kok badan saya ringan. Tidak ada sesuatu yang menempel di badan saya......dan....oh tidak..
Saya baru sadar, tas yang biasanya saya selempangin, ternyata sekarang tidak ada !!!!
Saya panik, sambil berusaha keras mengingat-ingat dimana saya letakkan tas itu. Aha, mungkin di restoran. Saya panggil suami, dan dengan cepat suami saya dan suami sahabat saya, berlari-lari kembali ke bandara menuju restoran itu. Sedangkan saya dan sahabat saya, menyusul di belakang dengan napas terengah-engah.
Kejadian lagi deh, gerutu saya dalam hati, menyesali kecerobohan yang berulang kembali.
Di dalam tas itu, ada paspor, tiket, ID card, dompet berisi sedikit uang yen.
Duh, semoga tidak ada yang mengambil, saya terus berdoa dalam hati.
Sementara itu sahabat saya terus menghibur, dan menemani saya, padahal saya yakin, dia juga ngga kalah capeknya dengan saya. Ah, terima kasih sahabatku..dikau bener-bener sahabat sejati....
Di restoran, di meja yang kami duduki, sama sekali tidak ada tas. Pun ketika kami menanyai pelayan restoran, tidak ada yang tahu.
Saya panik sekali, sambil berusaha mengingat kembali, tempat yang saya singgahi setelah makan malam di restoran.
" Ya ampun, Min, aku baru inget. Tadi aku kan sempet ke toilet yang di lt.2 sebelum kita jalan kaki ke hotel itu loh. Pasti di sana ketinggalannya", ujar saya.
" Ya sudah, yuk cepat ke sana. Mudah-mudahan tasnya masih ada.", dengan semangat sahabat saya menarik tangan saya.
Tepat di depan toire, tampak seorang wanita petugas kebersihan tengah mengunci pintu toilet yang di dalamnya terletak tas kecil saya. Saya segera menghampirinya, dan mengatakan bahwa itu adalah tas saya. Dia tersenyum dan berkata bahwa saya harus lebih hati-hati, karena masih untung dia yang melihat ada tas tertinggal, sehingga dia bisa mengunci pintu itu supaya tidak ada orang lain yang bisa masuk ke dalam toilet itu, sampai pemilik tas ditemukan.
Saya periksa semua isi tas, alhamdulillah, semuanya komplit. Diluar toilet para suami sudah menunggu. Suami sahabat saya sempat nyeletuk,"Wah, kalau ketinggalannya di toilet mah, sampai kapanpun kita ngga akan bisa nemuin. Lah toilet perempuan, gimana cara masuknya coba?"
Kami semua nyengir.....
Kami pun berjalan kaki menuju hotel, dengan baju yang basah dengan keringat akibat sprint kesana kemari. Sayang, kami tidak menemukan mobil kecil yang bisa ditumpangi.
Saya lirik jam, ternyata sudah jam 12 malam. Bergantian saya dan sahabat saya menguap....duh...ngantuknya.....
****************
Keesokan siangnya, setelah sholat zhuhur berjamaah, kami dengan penampilan serba putih, berkumpul di bandara. Siang ini pesawat MAS akan membawa kami dan rombongan haji lainnya menuju Jeddah. Perjalanan 9 jam tidak terasa lama. Mungkin karena semangat yang begitu membara karena sebentar lagi kami akan ihrom.
Satu jam sebelum miqot, pilot mengingatkan kepada seluruh penumpang bahwa 30 menit kedepan, pesawat akan melintasi miqot. Sebagian besar rombongan haji lainnya, melafazkan niat ihrom. Ustadz mewanti-wanti kami, supaya tidak ikut berihrom dulu, sampai 5 menit sebelum melewati miqot. Sambil menunggu waktunya, kami menyibukkan diri dengan zikir.
Tepat lima menit, kami melafazhkan niat ihrom.
Dalam hati saya berdoa semoga Allah meluruskan niat kami dan memudahkan kami melaksanakan tahapan-tahapan ibadah haji dan umroh.....
Kami tiba di Jeddah di waktu Isya. Kami berdiam di bandara sampai waktu Subuh. Proses yang dijalani memang sangat memakan waktu. Persis seperti yang diucapkan seorang teman yang sudah berhaji.
"Di bandara saja, sudah banyak ujian loh. Waktunya lama dan kitapun ngga bisa istirahat. Jadi perbanyak saja kesabaran."
Setelah sholat subuh berjamaah, kami menaiki bus yang sudah siap membawa kami memasuki kota Mekkah. Jarak Jeddah-Mekkah kurang lebih sekitar satu jam, kalau arus lalu lintas sedang lancar. Syukurnya, perjalanan waktu itu lancar.
Beberapa saat kemudian, ustadz menginformasikan kepada kami, bahwa saat itu bus sudah memasuki kota Mekkah.
Saya perhatikan jalan-jalan besar yang dilalui bus, persis seperti jalan tol di Jakarta. Bedanya jalannya berbukit-bukit. Di sisi kanan kiri jalan tampak bangunan-bangunan batu. Orang-orang dengan wajah khas Arab berlalu lalang dengan pakaian jubah panjang. Seperti memasuki film Ar-Risalah, pikir saya.
Saya menarik nafas panjang, menahan rasa haru dalam hati. Ya Allah, saya sudah memasuki kota yang paling bersejarah di muka bumi. Sebuah kota yang didalamnya terjadi peristiwa agung. Suatu peristiwa yang mengubah garis sejarah seluruh umat manusia. Kota dimana kebenaran sejati bermula. Kebenaran yang akan menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya-Nya.
Di kota inilah sosok mulia itu menjejakkan kakinya, melewati jalan yang berbukit-bukit, menyampaikan kebenaran dengan susah payah, walau harus mendapatkan penindasan, siksaan, hinaan dan caci maki dari penduduk kota ini. Sosok mulia itu tetap teguh dan tegar menghadapi semua itu. Dengan beberapa sahabat setianya, bersama-sama mereka menjejakkan kaki di seluruh sudut kota ini, bersama-sama berusaha menyebarkan cahaya Islam.
Saya seperti melihat jejak-jejak kaki sosok mulia itu, di tanah-tanah dan di bukit-bukit kota Mekkah. Rasa haru tak tertahankan, membayangkan perjuangannya menegakkan risalah Islam. Mengingat kecintaannya kepada umatnya yang melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri.
Saya terdiam, terpaku menatap jejak-jejak itu.
Berharap, semoga saya bisa masuk ke dalam barisan jejak-jejak yang meninggikan kalimat-Nya, sebagaimana sosok mulia dan pengikut setianya itu melakukannya.....
+ comments + 9 comments
Aminnnnnnnnn.........
lanjutin ceritanya yah Mba Rin. Senengg bacanya, makasih ya..
akhirnyaaaaa....
cerita yang ditunggu2 keluar juga.. :D
ditunggu lanjutannya.... ^_^
nunggu lanjutannya...:x
SubhanaLloh Riin...serasa melihat dengan mata kepala sendiri yaa..
Jadi berkaca-kaca bacanya..ditunggu lanjutannya yaa
*terharu apalagi di paragraf terakhir*
ternyata kita sama ya rin, ceroboh :D
gaya cerita mbak rina bagus deh. ikut menikmati ...
Wow Rin, perjalanan yang mengesankan yah...
Cerita yang sangat menarik
Post a Comment