September 1999

02 March 2010 | comments (2)

"Jangan lupa ya, kalau dah sampai Narita, langsung telepon ke rumah."
Begitu pesan si Mama saat melepaskan saya, yang akan terbang ke Jepang di akhir September 1999. Ntah kenapa, saat meninggalkan Mama, Papa, abang dan adik saya, tidak ada perasaan sedih sama sekali. Bahkan, tidak ada airmata yang mengalir setetes pun ! Duh, ngga sensi banget nih. Padahal ini kali pertama saya harus berpisah jauh dari mereka.

Apa karena masa-masa itu perasaan dan pikiran saya sedang dipenuhi gejolak pengantin baru ya...(iiih, sinetron amat sih). Bukan...bukan yang berbau parno, tapi maksud saya, gejolak emosi tentang petualangan hidup seperti apa yang akan saya hadapi sebagai seorang isteri dan seorang pendatang baru di negeri antah berantah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Sesampainya di Narita, semua berjalan lancar. Saya sempat terbengong-bengong melihat bandara yang begitu luas, bersih dan serba teratur. Ah, akhirnya mendarat juga saya di sini, di negerinya Oshin.
Lepas dari pintu keluar, seorang lelaki dengan mata kecil, senyum imut dan raut muka yang berseri-seri, tersenyum, menyambut saya. Saya pun tersenyum penuh rindu dan rasa malu ...(biasssaaa, episode pengantin baru desu, masih penuh dengan bunga-bunga kayak di pilem-pilem :D)

Ngga berapa lama setelah prosesi kangen-kangenan selesai, saya minta suami untuk menelepon si mama sesuai dengan pesan beliau. Ngga nyangka deh, pas nelpon, dan saya cerita kalau saya Alhamdulillah dah sampai dengan selamat, si mama di seberang sana, menyebut Alhamdulillah. Setelah itu cuma terdengar senggukan-senggukan kecil, karena si mama menangis terus. Duh mama.
Saya bilang ke beliau, supaya jangan nangis terus, insya Allah saya akan baik-baik saja selama di sini. (yang herannya selama menelepon, saya ngga ada airmata yang keluar loh. ck..ck..ck, kenapa saya bisa mati rasa kayak gini ya? ^-^)

Selama di Narita, ada satu pemandangan aneh yang terlihat di mata saya. Ketika menggunakan eskalator, semua orang berada di posisi kiri, alias merapat ke bagian kiri eskalator. Jadinya yang sebelah kanan selalu kosong. Ternyata bagian kanan ini, dikhususkan untuk orang-orang yang berjalan menaiki/menuruni eskalator. Pantesan, tadi saya sempat ditegur suami, saat saya dengan cueknya naik eskalator di posisi kanan.

Di Narita, saya juga berjumpa dengan orang Jepang yang berpenampilan unik. Rambut dibuat nge-punk tajam ke atas semua dengan warna menyolok, persis seperti penyanyi rock n roll.
Selainnya, orang-orang dengan penampilan rapi, dan padanan pakaian yang pas berwarna gelap. Cocok dengan kulit mereka yang berwarna terang. Rata-rata bermata sipit.

Ada pemandangan aneh lagi yang baru saya lihat. Saat kereta listrik datang, calon penumpang berbaris dan mengantri dengan teratur di pintu kereta. Menunggu penumpang dari dalam kereta turun, Setelah itu baru mereka menaiki kereta. Tentu saja tanpa adegan dorong mendorong atau rebutan kursi.

Welcome to Japan, Rina. Seru hati saya.
Dalam perjalanan dengan kereta listrik menuju rumah yang berjarak kurang lebih 3 jam, saya sempat termenung, memikirkan petualangan seperti apa yang akan saya alami.
Hidup jauh dari orangtua dan lingkungan yang membesarkan saya.
Hidup bersama seorang pria yang sama sekali tidak saya kenal sebelumnya.
Hidup di negeri orang dengan bahasa aneh dan tulisan yang serba keriting.......

Share this article :

+ comments + 2 comments

August 15, 2010 at 5:46 PM

udah dilewati kan Na.. seruuu......

December 8, 2010 at 8:08 AM

sama juga nih pengalamannya,tapi bedanya barang2 saya dikit :D dan juga bukan naik JAL tapi SQ,memang lain jasa pindahan di jepang emang tenaga terlatih,coz ngebandingin di indonesia,hmmmm jauh banget.....itu cuma mindahin barang bukan ngepak2,

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger