Showing posts with label memori. Show all posts
Showing posts with label memori. Show all posts

Kematian Yang Indah

21 January 2015 | comments (6)

Sabtu, 17 Januari 2015, menjadi hari bersejarah bagi keluarga kami. Deringan telpon di pagi hari itu merubah segalanya. Kabar bahwa papa telah tiada, bagaikan sambaran petir, membuat saya dan keluarga sangat terkejut, sekaligus sedih yang teramat dalam. Kepergiannya amat sangat mendadak. Walaupun papa menderita penyakit jantung, tapi setelah operasi pemasangan ring, beliau tidak pernah mengalami kesakitan yang mengharuskannya rawat inap di rumah sakit.

Karena itu, saya hanya sebulan sekali menjenguk papa dan mama di Ciledug.  Hal yang sangat saya sesali, kenapa saya tidak lebih sering mengunjunginya. Saya dan kakak tinggal di Depok. Sementara adik saya, tinggal di rumah lain yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah papa dan mama. Dua minggu sebelum kematiannya, saya sekeluarga menginap di sana dan beliau masih dalam kondisi baik. Walaupun terkadang terlihat sangat lelah. Beliaupun masih sempat membelikan susu kotak kecil untuk cucu-cucunya seperti sebelumnya. Dan masih sempat bercerita dan bercanda bersama kami.

Berita duka ini sangat menghancurkan hati, tapi sekaligus membuat saya bahagia. Ternyata papa meninggal ketika tengah melaksanakan sholat subuh berjamaah di mesjid. Beliau meregang nyawa, saat sujud kedua di rakaat pertama. Beliau terjatuh, dan seketika itu adik ipar dan dua orang jamaah  membatalkan sholat subuh, membaringkannya, dan berusaha mentalqinkan kalimat syahadat. Dan alhamdulillah, papa dengan lancar mengucapkan kalimat tauhid tersebut.

Ketika saya melihat jasadnya, yang masih berbalut baju koko dan sarung kesayangannya, sungguh, saya melihatnya laksana beliau sedang tertidur sangat nyenyak dan bermimpi indah. Saya usap rambutnya, saya ciumi pipinya berulang kali. Saya belai tangan tuanya yang tengah bersidekap.

Ya Allah, inilah kepala hamba-Mu yang dipenuhi rambut memutih, yang memikirkan keberlangsungan hidup anak isterinya. Inilah dahi yang digunakan untuk merendahkan diri di hadapan-Mu, dahi yang menghitam karena sering digunakan bersujud. Inilah mata yang selalu dibasahi oleh airmata penyesalan atas dosa-dosa. Inilah pipi yang dipenuhi kerutan, yang sering disentuhkannya ke pipi anak cucunya, memperlihatkan sifat kasihnya kepada keluarga. Inilah tangan tua, yang bekerja siang dan malam, mencari rejeki halal, yang dengan itu kami tumbuh besar seperti sekarang. Inilah sepasang kaki tua, yang walau dengan kondisi susah payah senantiasa dilangkahkan ke rumah-Mu, dipaksakan melangkah untuk menjalin silaturahim dengan kerabat, teman dan besan....

Ya Allah, kalau tidak ingat bahwa jasad muslim harus sesegera mungkin dikuburkan, rasanya ingin sekali berlama-lama membelainya, memeluknya dan menciuminya. Mendekap erat sosok lelaki tua yang sangat sangat kami cintai....

Ah, papa tersayang.....betapa dalam pelajaran yang engkau tinggalkan kepada kami dengan kepergianmu. Engkau selalu memuliakan dan bersegera memenuhi panggilan Tuhanmu. Sejam sebelum waktu sholat tiba, engkau sudah menyiapkan diri. Bebersih dan berwudhu. Lalu mengenakan koleksi baju koko yang engkau miliki. Sarung dan kopiah yang sewarna dengan baju koko, membuat penampilanmu makin gagah. Tak lupa engkau semprotkan parfum di pakaianmu.

Engkau selalu berkata, menghadap Allah ketika sholat, harus mengenakan pakaian terbaik. Jangan cuma depan manusia saja kita tampil semaksimal mungkin. Justru di hadapan Allah, kita harus menjaga penampilan kita. Tak heran, koleksi yang engkau miliki sebagian besar adalah baju koko, kopiah dan sarung. Juga beraneka parfum yang selalu kau pakai setiap beribadah kepada Pencipta-Mu. Engkau bersungguh-sungguh bersiap mengunjungi rumah-Nya.

Ah, Papa, betapa engkau begitu memuliakan masa-masa berhadapan dengan-Nya. Kau senantiasa bersegera memenuhi panggilan-Nya, lima kali setiap hari, di rumah-Nya. Mungkin karena itulah, Allah pun menyuruh malaikat maut untuk menungguimu di tempat yang dirahmati dan diberkahi-Nya, di tempat yang begitu dimuliakan penghuni langit dan bumi. Dan di saat sujud, saat dimana seorang hamba begitu dekat dengan Pencipta-Nya, di saat itulah, ruhmu ditarik keluar dari ragamu, untuk memenuhi panggilan Allah Yang Maha Penyayang, Tuhan Semesta Alam yang sangat kau cintai.

Semoga kami, anak-anakmu, bisa meneruskan spirit ibadahmu, meniru konsistenmu dalam kebenaran, mencontoh semua amal-amal baikmu yang membuat engkau menjadi golongan orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan beribadah.

***********

Banyak orang bertanya, apa yang dilakukan papa semasa hidup, yang membuat beliau bisa wafat di mesjid, dalam keadaan melaksanakan sholat subuh berjama'ah.
Saya mencoba mengingat semua kebaikan yang papa lakukan, sampai Allah memilihnya meninggal dalam keadaan mulia tersebut.

1. Papa selalu berusaha untuk menempati shaff pertama ketika sholat di mesjid.
Ketika memasuki usia 78 th di bulan Agustus lalu, kondisi papa mulai berubah. Kedua kakinya tidak bisa lagi melangkah lebar dan gagah seperti dulu. Beliau hanya bisa berjalan dengan langkah-langkah kecil dan perlahan. Rasa sakit dan nyeri yang menyerang di kaki, beberapa bulan terakhir, membuat beliau hanya mampu melangkah seperti itu.

Kondisi ini tidak menyurutkan papa untuk sholat di mesjid yang berdiri megah di komplek perumahan. Bahkan ketika hujan turun, beliau tetap memaksakan diri untuk ke sana. Berjalan dengan langkah tertatih-tatih sepanjang 100 meter, sambil memegang payung. Itupun masih harus menaiki tangga mesjid yang agak tinggi, karena areal sholat terletak di lantai 2. Sementara di lantai 1 adalah aula mesjid. Sungguh, sepertinya itu medan yang sulit untuk lansia seperti beliau. Tapi kondisi ini, tidak menghalangi beliau untuk selalu setia mendatangi rumah Allah, tempat beliau berjumpa dengan malaikat maut.

Beliau berusaha untuk tiba di mesjid, setengah jam sebelum azan berkumandang. Beliau merasa nikmat untuk berlama-lama di mesjid, menghabiskan waktu dengan wirid dan zikir.

2. Papa rutin melakukan sholat tahajjud. Beliau selalu terbangun jam 3 malam, melaksanakan qiyamul lail dan berdzikir. Setelah itu, beliau tilawah sambil menunggu datangnya waktu sholat subuh. Kebiasaan ini beliau lakukan sejak memasuki usia pensiun, sekitar 23 tahun yang lalu.

Kalau dilihat sedari muda, sebenarnya papa bukanlah orang yang perhatian terhadap urusan agama. Lingkungan masa kecil yang dilaluinya sampai dewasa, bukanlah lingkungan yang agamis. Papa pun dulu sama sekali tidak bisa membaca Qur'an. Tapi sejak memasuki masa pensiun, papa berubah. Papa semakin religius. Papa berusaha mengejar ketertinggalannya dalam urusan agama. Papa berusaha untuk belajar membaca Qur'an, menghapal surat-surat pendek dan ayat-ayat tertentu, dan rajin menuliskan resume penting dari buku-buku agama yang dibaca dan dikoleksinya. Ilmu yang didapatnya pun bukan cuma tersimpan menjadi catatan, tapi berusaha ia amalkan dan sampaikan ke keluarga dan orang-orang terdekatnya.

3. Papa orang yang jujur dan tegas. Papa dulu bekerja sebagai pegawai negeri di instansi badan pengawas keuangan dan pembangunan (BPKP). Tugasnya sehari-hari adalah mengaudit pertanggungjawaban keuangan di lembaga dan instansi pemerintah. Mengecek dengan detil pelaksanaan laporan keuangan proyek ke perusahaan swasta, yang menerima tender dari pemerintah. Entah sudah keberapa kali papa mengalami upaya penyuapan. Dari map tebal yang berisi segepok uang, hiasan berbentuk ornamen rumah adat yang ternyata didalamnya terselip sejumlah uang, sampai service berupa wanita cantik yang bisa dijadikan selimut hidup,  dan fasilitas lain yang sangat menggiurkan, yang terus ditawarkan oleh mereka tanpa malu di hadapan papa.

Tapi papa sama sekali menolak semua itu. Ketika papa mengaudit proyek pembuatan jalan raya, maka papa bukan cuma sekedar memeriksa laporan yang tertera di atas kertas. Sebelum tanda tangan, papa akan turun ke lapangan, memeriksa apakah ketebalan jalan sesuai yang tertulis, apakah pemakaian bahan baku seperti semen, dll, dikerjakan sesuai laporan, dan lain sebagainya. Atau ketika memeriksa proyek pengadaan barang, maka papa akan mengecek inventaris seluruh barang dengan teliti, dari kursi, meja, dll, apakah jumlahnya sama yang seperti tertulis. Bahkan papa tidak segan-segan mengecek sampai ke gudang walau lokasinya jauh.

Kalau ditemukan ketidakcocokan antara laporan dan fakta di lapangan, maka papa akan menulis dengan jujur, detil dan apa adanya. Dari sini, papa menjadi terkenal sebagai orang yang tidak bisa disogok, tegas, berani. Karenanya banyak yang membenci papa. Bahkan sesama rekan kerja banyak yang tidak suka bekerja dalam tim yang papa pimpin. Karena jika sebuah tim diketuai oleh papa, maka berarti tidak ada service dan fasilitas yang boleh mereka terima.

Karena kejujuran papa ini pula, papa sama sekali tidak memiliki aset apapun sepanjang hidupnya. Kecuali satu-satunya rumah dinas yang bisa dimiliki dengan kredit murah dari pemerintah, yang beliau tempati sampai ajal menjemput. Menurut papa, papa tidak mau bermegah-megah dengan memanfaatkan fasilitas dari pekerjaan dan jabatan yang dimiliki. Kata papa, tidak ada satupun harta benda yang dimiliki yang akan dibawa ke kubur. Lagipula semua nanti akan ditanya Allah, semua akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

4. Papa orang yang sangat sabar. Beliau tidak pernah mengeluh. Sesulit dan sesakit apapun kondisi yang dialami, beliau hanya terdiam. Ini menjadi tanda, kalau beliau sudah mengatakan ada sesuatu yang sakit, berarti itu adalah suatu level kesakitan yang sudah sangat tinggi. Setahun belakangan ini, beliau mengalami sakit di salah satu kaki, rasa nyeri yang begitu kuat yang menjalar dari pangkal paha sampai ke ujung kaki, tapi semua itu beliau tahan.

Selain ke mesjid, beliau tetap seperti biasa berbelanja di pasar menggunakan angkot dan ojek, mengangkat barang-barang belanjaan yang berat. Pergi ke toko buku, membaca buku-buku agama yang disukainya. Beliau pun tetap rutin bersilaturahim mengunjungi rumah kerabatnya, di tengah rasa sakit dan nyeri yang dideritanya.

Ada cerita menarik, ketika papa dan mama mengunjungi saya di Tokyo, penghujung tahun 2008. Saat itu musim dingin. Dan saya saat itu sedang hamil anak ketiga. Mama dan papa membantu pekerjaan rumah sebisa mereka. Mama bagian memasak dan menyuapi anak kedua saya yang masih bayi. Papa kebagian jemur pakaian. Satu waktu, ketika papa sedang di balkon untuk menjemur pakaian, tiba-tiba mama mengunci pintu pembatas balkon dan kamar. Mama tidak tahu, kalau papa masih di balkon, dan mengira papa sudah di dalam rumah. Selang 30-40 menit kemudian, saya dan mama bingung, kok papa tidak ada dalam rumah. Mama sontak tersadar, dan merasa, jangan-jangan papa masih di balkon tempat jemur pakaian. Wah, ternyata benar. Beliau 'terkurung' disana, dengan kondisi kedinginan, hanya memakai sweater saja. Mukanya pun sudah kelihatan pucat.

Ketika masuk, papa sama sekali tidak marah. Pas kami tanya, kok papa ngga gedor-gedor pintu pembatas. Papa bilang, papa sudah gedor, tapi ngga ada yang dengar, ya sudah, papa diam saja trus berdoa sama Allah, supaya pintu itu cepat dibuka.
Maasya Allah. Papa sama sekali tidak marah, tidak menyalahkan mama. Papa cuma berkata, semua sudah terjadi, tidak perlu marah-marah. Dan papa pun tersenyum seperti biasa. Seolah tidak terjadi apa-apa.

Peristiwa yang menguji kesabaran lainnya, adalah ketika papa seorang diri, tertinggal pesawat di Kuala Lumpur. Dalam perjalanan pulang dari Tokyo ke Jakarta, pesawat yang ditumpangi beliau, transit selama beberapa jam di Kuala Lumpur. Waktu itu sudah menunjukkan tengah malam. Para penumpang sebagian besar sudah menuju ke gate untuk penerbangan ke Jakarta. Entah kenapa, papa sepertinya salah menangkap penjelasan tentang gate yang dituju. Dan papapun nyasar. Sementara pesawat sudah telanjur terbang. Papa yang sudah kecapaian dan mengantuk, berusaha mencari tempat untuk istirahat. Papa tidak bisa menginap di hotel, karena uang yang ada sangat sedikit. Terpaksa beliau mencari musholla. Tetapi suhu AC dalam musholla sangat-sangat dingin. Akhirnya papapun tertidur dengan kondisi kedinginan dan kelaparan di kursi-kursi ruang tunggu yang juga suhunya dingin.

Adik saya yang sudah menjemput di bandara Soetta kebingungan. Begitupun saya yang mendapat kabar via telpon dari adik, kalau papa belum sampai-sampai. Sementara HP papa saat itu tidak aktif. Sepertinya papa lupa menyalakan kembali. Kami kebingungan dan cuma bisa berdoa semoga Allah memudahkan urusan ini. Alhamdulillah, ada petugas bandara di sana yang menemukan papa, dan menolong sampai papa bisa terbang dengan pesawat berikutnya, tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun.

Kejadian ini tidak membuat papa marah terhadap kami. Papa tidak menyalahkan siapapun. Papa merasa semua yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah yang pasti ada hikmahnya.

Dengan kesabaran papa yang seperti tanpa batas, terkadang saya merasa pertolongan Allah begitu dekat terhadap papa, persis seperti yang tertulis dalam surat Al-Baqoroh, Innallaaha ma'asshoobiriin. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

5. Papa pandai menjaga lidah. Begitu kesaksian jamaah, tetangga, kerabat dekat dan jauh yang sering bergaul dengannya. Papa begitu pandai menjaga perasaan orang. Papa tidak suka melukai hati orang dengan mulutnya. Papa termasuk orang yang suka mengobrol dan berdiskusi. Papa terlihat semangat, apalagi kalau yang menjadi topik adalah masalah agama. Tapi ketika muncul perdebatan, atau konflik, papa memilih sikap netral atau diam.

Terhadap kami pun seperti itu. Bisa dihitung dengan jari, berapa kali papa marah kepada kami. Saya berusaha mengingat keras kenangan bersama beliau, ternyata sampai beliau wafat, papa cuma dua kali marah besar ke saya. Itupun karena kenakalan yang saya buat di masa remaja, yang belakangan setelah saya menjadi orangtua, saya merasa adalah wajar sekali papa marah seperti itu.

Papa pun tidak pernah memaksakan kehendaknya. Dari urusan pilihan jurusan kuliah, pekerjaan, sampai jodoh, semua papa percayakan ke anak-anaknya. Ketika papa mulai banyak belajar agama, terkadang muncul perbedaan pendapat dengan anak-anaknya terhadap masalah tertentu yang terkait dengan urusan fiqh dan muamalah. Tapi papa tetap menghormati pilihan dan menghargai keputusan kami.

****

Sebenarnya, masih banyak sekali kebaikan yang papa lakukan yang menjadi teladan bagi kami anak-anaknya. Namun yang sangat menonjol dan melekat erat di hati saya, adalah hal-hal di atas. Dibalik semua kelebihannya, papa juga tetap memiliki banyak kekurangan.  Hanya saja di akhir usianya, kekurangan papa semakin tertutupi oleh kebaikan-kebaikannya.

Saya berharap, semoga tulisan ini bisa menginspirasi semua orang, terutama kami anak-anaknya. Untuk bisa konsisten dalam beribadah, dan istiqomah dalam mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan, sampai tiba saatnya berjumpa dengan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Semoga tulisan ini dijadikan Allah SWT sebagai amal jariyah untuk beliau.

Semoga Allah mengampuni segala dosanya, menerima semua amal baiknya, memberkahi dan merahmatinya, mencucurinya dengan limpahan kasih sayang, meluaskan alam kuburnya, dan menjadikan tempatnya saat ini sebagai salah satu taman dari taman-taman surga. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kami, dan mengumpulkan kami semua dalam surga-Nya.

Aaaamiiiiin ya robbal 'aalamiin.

Anak Berendeng

22 August 2014 | comments

Anak saya berendeng.....alias berurutan kayak not lagu...do...re....mi....
Benernya sih, yang berendeng cuma tiga anak terakhir. Yang pertama si sulung, sempat menjadi anak tunggal selama 7 tahun. Sampe punya adek langsung tiga biji berturut-turut. Alhamdulillah.


Kisah punya anak berendeng gini penuh drama deh. Secara saya termasuk penderita PCOC  (silakan googling yak..*malesnulis.com). Salah dua ciri-ciri penderita PCOC adalah haid tidak teratur, dan sulit punya anak.

Waktu masih di Jepang, setelah si sulung usianya 3 tahun, mulailah dia nanya-nanya kapan bisa punya adek. Dia ngiri soalnya, ngeliat temen-temennya pada punya adek. Malah ada yang adeknya 2 biji. Saya mah lempeng aja, bilang ke dia untuk berdoa. Walopun dalam hati, sedih juga sih, karena kok si adek bayi ngga nongol-nongol di perut saya.

Akhirnya bareng suami, saya pergi ke klinik untuk konsultasi dan terapi. Setelah diperiksa macam-macam, luar dalem sampe diobok-obok dan nyaris bikin pingsan, si dokter ngambil kesimpulan kalo saya tuh menderita PCOC. Terapinya, dengan minum obat, dan kontrol rutin sebulan sekali.

Naah..., saya yang dasarnya males bolak balik ke RS (soalnya kudu naik turun tangga di stasiun kereta,  plus jalan kaki 15 menitan untuk menuju ke RS sono), cuma bertahan sebulan dua bulan ngikutin ntu sesi terapi.  Selanjutnya....ya....terserah saya. Hehehe...

Kurleb dua bulan setelah si sulung berumur 6 tahun, saya hamil. Tapi sayangnya, si janin cuma bisa bertahan sampe 8 minggu saja. Duh, ini termasuk episode yang bikin saya banjir airmata dan darah.
Sampe bikin tulisan curhat nan mellow ini *ni tulisan aslinya dah ngga ada di saya. Syukurnya pas di google ada yang muatin ternyata...

Naaahh.....serunya lagi. Setelah keguguran, saya ngga sempet haid....tau-tau udah hamil lagi !!! Dan saya baru nyadar setelah usia kandungan sudah 2 bulanan. Karena itu tadi, haid saya kan ngga beraturan. Alhamdulillah, si bayi sehat-sehat aja. Sampe lahir pun ni anak kedua asliiiiiii, yang paling lincaahh dan banyak gerak dari sodara-sodaranya.

Yang paling senang tentu saja si sulung. Dia selalu ulang-ulang ngomong,"Yume mitai naa...".
Bahasa gaulnya, Its like a dream !!! Apalagi adeknya ini laki-laki. Bertambah senanglah dia. Bakal ada temen buat maen bola n maen berantem-beranteman. Hehe...alhamdulillah..

Anak yang ketiga pun sama. Saya ngga nyadar, tau-tau dia nongol aja di perut. Padahal waktu itu, saya lagi sibuk-sibuknya pindahan. Dari pinggiran Tokyo ke pusat Tokyo. Tau sendiri kan gimana yang namanya pindahan? Apalagi pas pindahan sekarang, ngga pake jasa packing. Walhasil, semuaaaa dipacking sendiri. Belum acara bongkar muatan dan beres-beres di rumah yang baru. Fiiiuuuhh.

Tapi ya itu tadi, Masya Allah, si janin yang masih imut itu bisa bertahan kuat di perut saya. Dan...akhirnya si bayi perempuan cantik ini lahir dengan sehat dan normal, tepat ketika anak kedua saya berusia 1 tahun 10 hari !!! Yup, mereka hanya beda setahun sodara-sodara.

Sayapun ngalamin saat-saat heboh, merawat dua bayi sekaligus. Dua tangan penuh sama bayi, terutama pas waktu nyusu. Gendong mau ngga mau harus bergantian. Syukurnya, anak sulung saya sering ngebantuin. Plus si bayi yang gede juga ngga terlalu rewel. Begitu juga si bayi perempuan, yang kalo udah kena kasur, langsung teparrr dengan nyenyak. Persis emaknya.

Daaaaan, tanpa disadari, saya hamil lagi !!!  Pas usia kehamilan 4 bulan, kami sekeluarga back for good ke tanah air tercintah. Ketika anak perempuan saya berusia 1,5 tahun, lahirlah anak keempat kami, laki-laki yang putiiiiiiihh....seperti bule. Padahal ni anak doang yang lahir di Indonesia, tapi kok malah lebih terang dan mengkilap dibanding kakak-kakaknya. Hehehe.

Awal-awal punya balita tiga biji sekaligus, benar-benar deh, bikin hidup seperti alam mimpi. Bawaannya pengen ngimpi mulu, saking susahnya cari waktu untuk bobo. Giliran si bayi bule bobo, kakak-kakaknya yang heboh, yang minta susu, yang minta digarukin, de el el. Giliran kakak-kakaknya bobo, ehhh....si bayi bule yang on. Jadinya, kalo mereka bertiga bisa tidur pules berbarengan, adalah satu anugerah banget buat si emak.

Belum termasuk deg-deg-annya, kalo ninggalin si bayi bule sendirian. Entah berapakali kejadian, saya nemuin si bayi lagi dijadiin kuda-kudaan sama kakaknya yang 1,5 th. Hadeeeuuuhh. Untung kejadiannya di kasur, jadi si bayi bule ga terlalu berasa sakit.

Setelah 3 tahun pertama punya balita berendeng, baru terasa nikmatnya. Karena mereka dah bisa maen sesama mereka. Dan ga terlalu bergantung penuh ke emaknya. Apalagi sekarang, setelah usia mereka masing-masing 6 th, 5 th dan 4 th. Makin keenakan dah emaknya. Secara masing-masing dah terbiasa makan dan mandi sendiri, termasuk urusan buang-buang hajat. Ehh...kecuali si bule deng. Ni anak lebih manja. Agak susah disuruh latihan makan sendiri.

Yaaaaaa....alhamdulillah banget, bisa punya anak empat. Sesuatu yang saya dan suami ngga pernah bayangkan. Cuma lucunya, kalo saya tanya ke si sulung yang sekarang dah masuk usia remaja, "Gimana masih mo punya adek lagi ngga??"
Dia akan dengan semangat berkata,"Tidaaaaakk....cukup 3 ajaaaaa"


Kangen Jepang

31 May 2013 | comments

Gara-gara blogwalking ke salah satu emak-emak blogger, tentang perjalanannya ke Tokyo, langsung deh, sindrom itu kumat lagi. Yup, apalagi kalau bukan kangen bin rindu sama Tokyo dan sekitarnya.

Sebenarnya sih yang bikin kangen bukan cuma kotanya aja, tapi juga para pemerannya. Kayak temen-temen seperdjoeangan yang sekarang dah pada tersebar di Indonesia. Beberapa sih masih  nyangkut di Tokyo. Pengennya, kalaupun someday ada kesempatan ke sana, settingnya persis seperti dulu --pilem ngkali-- dimana pemerannya juga masih tetap kayak dulu.

Anak saya, pengennya tetep kecil dan gemesin. Begitu juga temen-temennya. Secara sekarang mereka dah pada membesar semua. Pada remaja. Jadinya ngga imut lagi deh. Emaknya juga pada muda, belum ada kerut merut #mangnya udah setua apa sekarang??

Hadeeuuuhh....ini apa ngayal tingkat dewa kali yak. Serasa masuk ke time machine aja.
Memang seharusnya saya ngga perlu baca-baca tentang Jepang deh. Kalo iya, pasti kena sindrom lagih. Yang bikin saya mewek dan mellow. Bikin saya jadi pengen nostalgia, buka youtube, nonton drama Jepang. Atau liat foto-foto baheula, sambil dengerin lagu-lagu Jepun. Ampyuuuun dah, kayak orang tua yang lagi nostalgia.

Saya sampe curcol di fesbuk. And, yappari, yang respon rata-rata ya temen-temen yang duluuu. Hihi, ketahuan nih, pada senasib kayak saya. Pengen ngirup udara sana lagih, tapi maunya gratis. Hehehe.
Walaupun sekarang ada AirAsia yang tiketnya lebih murah dari yang lain, buuut, its still expensive, terutama kalo punya pasukan segambreng kayak saya. Soalnya saya pernah iseng nyari tiket murah, dan yang termurah itu, 4 juta PP untuk 1 orang. Lah, keluarga saya pan ada setengah lusin orang. Berarti untuk tiket aja, kudu sedia 24 juta. Belum untuk hotel, makan, jalan-jalan, belanja belanji....waduuuh...alamat jual rumah beserta isinya deh. #lebaydotcom

Sebenarnya sih, kalo mauuuu, bisa aja suami saya nyari kerja lagi di sana. Supaya anak-istrinya yang kadang kena sindrom ini, bisa tersalurkan aspirasinya. Tapiii, si papah dah kadung boring tinggal di Jepun. Dia ngga mau. Enakan di Ina katanya. Hmm, secara dia dah lebih lama ngendon di sana, mungkin sudah enek kali yak.

Kalo saya sih, maunya bukan tinggal di sana, pengennya liburan aja. Tapi yang rada lama gituh. Dan pas yang musimnya enak. Kayak musim gugur dan musim semi. Pan enak tuh, bisa liat warna warni daun menjelang pada berguguran. Atau melihat indahnya bunga sakura yang hanya beberapa minggu bisa dinikmati, sebelum masuk musim hujan di bulan Mei.

Yeee, ini mah serasa istri konglomerat kali yak. Bisa seenaknya ngatur kapan aja mau liburan ke luar negeri. Saya sendiri sebenarnya bukan tipe yang suka travelling. Waktu  masih tinggal di Jepang, saya  ngga pernah jalan-jalan sampe ke luar Tokyo. Ke Kyoto aja belom (itu kota yang sangat terkenal dengan bangunan bersejarah), apalagi ke Hokkaido, di wilayah utara Jepang yang rutin ngadain pesta patung dari salju yang sangat terkenal ituh. Padahal jaman itu suami dah nawarin jalan-jalan ke sana, mumpung masih di Jepang. Tapi saya ngga mau, kata saya mah, mendingan uangnya dipake buat beli barang elektronik, ketahuan deh ada ujudnya, daripada cuma buat jalan-jalan doang, yang keliatan cuma fotonya aja, ujudnya ngga bisa dirasakan lagi...hehehe. #dasar emak-emak


Yah, sudahlah. Kita lupakan saja mimpi nostalgia ke Jepun lagi. Kecualiiiiii, kalo anak sulung saya takdirnya seperti epaknya. Kuliah dan kerja di sana, baru deh, emaknya yang keceh ini, bisa nebeng secara gratisan. Berarti, harus nunggu 6 tahun lagi nih, setelah si sulung lulus SMU, Insya Allah.

Dari sekarang pun, saya dah kipas-kipasin dia. Secara tu anak melihat dunia pertama kali, ya di Jepun sono. And dia dah ngerasain, suka dukanya sekolah di sekolah umum, dimana dia seorang yang muslim.  Saya bilang, kuliahnya di sana aja. Ambil jurusan yang keren, sekalian jadi dai, berdakwah di sono. Pan enak, pahalanya jadi belipet plus emaknya juga bisa kecipratan dooong. And kalo perlu nikah sama muslimah Jepun deh. Sekalian perbaikan keturunan...wkwkwk #ini kok jadi emaknya yang semangat pengen mantu

Dah ah, dah jam 11 malem. Sekian dulu curcolnya. Mudah-mudahan bisa jadi nyata.....Aaaaamiiiiiin

September 1999

02 March 2010 | comments (2)

"Jangan lupa ya, kalau dah sampai Narita, langsung telepon ke rumah."
Begitu pesan si Mama saat melepaskan saya, yang akan terbang ke Jepang di akhir September 1999. Ntah kenapa, saat meninggalkan Mama, Papa, abang dan adik saya, tidak ada perasaan sedih sama sekali. Bahkan, tidak ada airmata yang mengalir setetes pun ! Duh, ngga sensi banget nih. Padahal ini kali pertama saya harus berpisah jauh dari mereka.

Apa karena masa-masa itu perasaan dan pikiran saya sedang dipenuhi gejolak pengantin baru ya...(iiih, sinetron amat sih). Bukan...bukan yang berbau parno, tapi maksud saya, gejolak emosi tentang petualangan hidup seperti apa yang akan saya hadapi sebagai seorang isteri dan seorang pendatang baru di negeri antah berantah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Sesampainya di Narita, semua berjalan lancar. Saya sempat terbengong-bengong melihat bandara yang begitu luas, bersih dan serba teratur. Ah, akhirnya mendarat juga saya di sini, di negerinya Oshin.
Lepas dari pintu keluar, seorang lelaki dengan mata kecil, senyum imut dan raut muka yang berseri-seri, tersenyum, menyambut saya. Saya pun tersenyum penuh rindu dan rasa malu ...(biasssaaa, episode pengantin baru desu, masih penuh dengan bunga-bunga kayak di pilem-pilem :D)

Ngga berapa lama setelah prosesi kangen-kangenan selesai, saya minta suami untuk menelepon si mama sesuai dengan pesan beliau. Ngga nyangka deh, pas nelpon, dan saya cerita kalau saya Alhamdulillah dah sampai dengan selamat, si mama di seberang sana, menyebut Alhamdulillah. Setelah itu cuma terdengar senggukan-senggukan kecil, karena si mama menangis terus. Duh mama.
Saya bilang ke beliau, supaya jangan nangis terus, insya Allah saya akan baik-baik saja selama di sini. (yang herannya selama menelepon, saya ngga ada airmata yang keluar loh. ck..ck..ck, kenapa saya bisa mati rasa kayak gini ya? ^-^)

Selama di Narita, ada satu pemandangan aneh yang terlihat di mata saya. Ketika menggunakan eskalator, semua orang berada di posisi kiri, alias merapat ke bagian kiri eskalator. Jadinya yang sebelah kanan selalu kosong. Ternyata bagian kanan ini, dikhususkan untuk orang-orang yang berjalan menaiki/menuruni eskalator. Pantesan, tadi saya sempat ditegur suami, saat saya dengan cueknya naik eskalator di posisi kanan.

Di Narita, saya juga berjumpa dengan orang Jepang yang berpenampilan unik. Rambut dibuat nge-punk tajam ke atas semua dengan warna menyolok, persis seperti penyanyi rock n roll.
Selainnya, orang-orang dengan penampilan rapi, dan padanan pakaian yang pas berwarna gelap. Cocok dengan kulit mereka yang berwarna terang. Rata-rata bermata sipit.

Ada pemandangan aneh lagi yang baru saya lihat. Saat kereta listrik datang, calon penumpang berbaris dan mengantri dengan teratur di pintu kereta. Menunggu penumpang dari dalam kereta turun, Setelah itu baru mereka menaiki kereta. Tentu saja tanpa adegan dorong mendorong atau rebutan kursi.

Welcome to Japan, Rina. Seru hati saya.
Dalam perjalanan dengan kereta listrik menuju rumah yang berjarak kurang lebih 3 jam, saya sempat termenung, memikirkan petualangan seperti apa yang akan saya alami.
Hidup jauh dari orangtua dan lingkungan yang membesarkan saya.
Hidup bersama seorang pria yang sama sekali tidak saya kenal sebelumnya.
Hidup di negeri orang dengan bahasa aneh dan tulisan yang serba keriting.......

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger