Curhat Dooonggg....

22 July 2017 | comments

"Makasih banyak ya. Tadi aku legaa banget, abis ngomong banyak di rumahmu...".
Pesan di wa muncul.
Saya balas pesan itu, lengkap dengan emoticon penuh lope-lope, seperti biasa.
Lain waktu, hp berdering kencang.
Suara di seberang terdengar menahan tangis.
"Saya boleh ke rumah?"
"Ya Allah, ada apakah? Sok silakeun, dateng aja...."
Satu waktu, ada lagi pesan di wa yang muncul, saat kepala saya lagi terasa berat seperti ditusuk-tusuk.
"Riiin.....ada waktu ngga? Ini loh, bocahku....masak dia......" Blablabla...
Tulisan penuh emosi, terus muncul di layar hp saya.
Saya berusaha tetep membaca sampai habis. Membalas dengan jawaban yang sepertinya dia butuhkan.
Sambil menyisipkan emoticon-emoticon yang bisa menghibur.
*************
Sebagian besar manusia, butuh tempat untuk menampung rasa galaunya. Butuh bahu untuk menyenderkan rasa letihnya. Butuh telinga untuk mendengarkan cerita sedihnya. Gimanapun orang perlu ember sampai drum gede yang bisa dijadiin tempat untuk sekedar nampung rembesan masalah-masalah mereka.
Sejak beberapa tahun belakangan, jumlah yang curhat ke saya, nambah. Bukan cuma teman deket or sodara, tapi juga agen dan reseller. Mereka kadang mondar mandir ke rumah, ngambil pesenan sambil curhat, entah tentang bisnis, masalah keluarga, masalah pribadi, sampai masalah berat badan #eh
Saya sih senang-senang saja. Bisa menjadi pihak yang dipercaya sama mereka. Karena saya juga bisa ngerasain, betapa ngga enaknya saat masalah itu dipendem sendiri.
Saya juga sering curhat, kalo lagi ada masalah. Curhat ke orang-orang terdekat yang bisa dipercaya. Maklum, curhatan saya mengandung rahasia negara.
Loh, trus, bukannya lebih baik curhat hanya ke Allah saja?
Demikian pendapat sebagian orang. Karena konon curhat ke manusia malah bikin nambah masalah.
Saya setuju curhat hanya ke Allah.
Tapi menurut saya, ngga semua orang bisa seperti itu. Hanya orang dengan maqom tertentu, level spiritual tinggi yang sudah ngga butuh manusia untuk dengerin masalahnya. Saya mengenal orang-orang ini. Tapi ya itu tadi, ngga semua orang bisa seperti itu. Termasuk saya. Yah, mudah-mudahan nantinya saya bisa seperti mereka.
Trus, apakah curhat ke manusia malah bikin masalah?
Ya tergantung. Kalo kita curhatnya ke stasiun tipi, atau ke radio, atau ke sosmed, ya jelas masalah atuh. Tapi kalo kita curhat ke orang yang tepat, orang yang kita yakini kemampuannya menjaga rahasia, ya silakan aja.
Etapi tergantung jenis curhatan juga. Termasuk curhat level rahasia tingkat kelurahan atau negara.
Kalau curhatnya seputar masakan, seputar beberes rumah, seputar nyari rekomendasi tempat jalan-jalan yang kids friendly (halah emak-emak banget inimah), dll, itu mah silakan aja disiarin secara live. Mau lewat streaming via fb or youtube, sok atuh. Silakeun.
Intinya sih manusia itu butuh teman bicara. Butuh orang yang bisa dengerin curhatnya. Walaupun ngga dapet solusi, tapi minimal sudah mengurangi beban dari masalah yang mengendap di hati dan pikiran. Bisa dibilang, dengan curhat, 50% dari masalah teratasi.
Dan ternyata, curhat itu bermanfaat untuk kesehatan juga loh.
Dalam medis, curhat dikenal dengan istilah ventilasi. Jika terjadi gangguan pada ventilasi maka akan muncul dampak buruk pada kesehatan fisik dan psikis manusia.
Menurut Dr. David Spiegel, ketua psikiatri dan ilmu perilaku di Stanford University mengatakan; “Faktanya, berbicara dengan seseorang dapat membantu meringankan beban dan mengurangi stres. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga berbicara dengan orang lain dapat memberikan kekuatan secara emosional dan psikis.
Nah kan?
Jadi jangan ditelen sendiri ya, kalo lagi ada masalah.
Curhat aja :)


Pengalaman dengan Airbnb: As a host

11 July 2017 | comments

Nah, sekarang masuk ke sesi berikutnya niiihh.

Saya punya apartemen, yang sejak dibeli ngga pernah ditempati. Alias memang diniatkan untuk investasi. Selama ini, apartemen itu saya sewakan melalui pengelola apartemen. Jadi saya bener-bener ngga capek. Cukup nyerahin kunci. Urusan cari penyewa sama bersih-bersih semuaaaa diserahkan ke mereka.

Sebenarnya sih enak pake sistem seperti itu. Saya tinggal terima transferan doang. Cuma kadang ya, ternyata bersih-bersih versi mereka tuh agak beda dengan versi kita. Filter AC yang mulai kotor, sprei yang sudah ngga jelas warnanya, kabinet dapur yang agak kotor, sampe lantai kamar mandi yang kinclongnya meragukan.

Walhasil, setelah sekian tahun, saya mutusin megang sendiri apartemen itu. Dan sejak itu, saya jadi sering berkunjung ke sana. Bukan buat bersih-bersih.....tapi buat cari inspirasi. Ecieee, gaya bener yak.
Secara pemandangan dari kamar memang indah bangeeeett. Lantai 23 booo....
Seneng aja gitu ngliat rumah-rumah, kendaraan yang berjejer yang tampak kecil, belum lagi dipadu padan sama pemandangan alam.....

Memandang alam dari atas balkon
Sejauh pandang kulepaskan
Sungai nampak berliku sawah hijau terbentang bagai permadani di kaki laaaaangiiiiiiittt

Aslinya sih ngga kliatan sungai n sawah, tapi ada gunung salak, yang kalo lagi cerah, bisa keliatan dengan jelas. Thats why, saya milih kamar dari lantai yang paling tinggi. Karena viewnya yang very-very beautiful.

Dan yang bikin saya semangat beli apartemen ini, karena posisinya yang nempel sama mall. Jadi kalo mau apa-apa tinggal mlipir doang ke sono. Jadi memudahkan untuk para penyewa mencari semangkuk bakso, sepiring sate, segelas teh anget. Aaaiih, jadi laper deh....

Ok, back to airbnb.

Saya mutusin untuk daftar ke airbnb, setelah dapat penjelasan dikit dari bu Tia (pemilik guesthouse di Bandung) tentang kelebihan airbnb dibanding aplikasi lainnya.

Karena saya kemaren waktu jadi guest udah bikin akun, jadi saya cukup masuk ke bagian host. Dan mulai mengisi form tentang apartemen yang akan disewakan. Formnya lumayan panjang. Tapi 15 menit juga beres. Kita cuma diminta nulis deskripsi, fasilitas, dan aturan yang pengen kita terapin untuk urusan penyewaan.

Hm, sementara ini dulu...

Masih banyak yang pengen diceritain. Terutama saat akun kita menerima booking dari guest.
Ada sedikit curcol dari saya tentang inih.... di tulisan berikutnya....



Pengalaman Pake Airbnb: Being Guest

09 July 2017 | comments



Dah pada tau kan airbnb? Kalo belum, silakan googling. Hehe.
Ringkesnya gini, airbnb itu semacam layanan online yang memfasilitasi mereka-mereka:
1. Yang ingin mencari penginapan murmer -> biasa disebut guest
2. Yang ingin menyewakan kamar pribadi/rumah/apartemen yang dimiliki -> biasa disebut host


Saya nulis yang no. 1 dulu yaaa. Pengalaman saya jadi guest.

Ceritanya libur lebaran kemaren, keluarga besar sejumlah 7 dewasa dan 8 anak, mau silaturahim dengan sodara di Bandung. Nah saya, sebagai EO ngga resmi kudu nyari tempat penginapan yang enak buat semua kalangan, kalangan ortu dan kalangan krucil.

Dan berhubung EOnya (sok) sibuk, jadi nyarinya hanya 2 hari sebelum keberangkatan. Hehe, walhasil yang namanya hotel n vila udah full booked semuaaa. Oiya, saya biasanya nyari pake agoda, booking.com, traveloka n pegi2.

Berhubung kondisi perekonomian bangsa yang lagi kurang sehat, saya otomatis nyari penginapan yang murmer. Tapi ya itu tadi.....rata-rata udah full semua di tanggal yang udah diskedulin.
Tetiba keinget sama airbnb. Temen deket saya, waktu ke LN sempet recommended aplikasi ini.

Yowislah, saya coba. Cara daftarnya gampang. Masuk aja ke airbnb.com. Tinggal klak klik, bikin account n ngisi form. Selesai.
Pilih lokasi dan tanggal yang diinginkan. Nanti keluar semua tuh penginapan dan harganya.
Supaya ngga bingung, pake filter ya. Perlu penginapan seperti apa? Hotel, villa, guest house or apartemen? Berapa kamar tidur? Berapa kamar mandi?

Kalo saya waktu itu milih yang di kota Bandung, deket tol Pasteur. Dengan pilihan, minimal ada 4 kamar tidur dan 4 kamar mandi. Alhamdulillah, dapet guesthouse yang murah tapi amat sangat memuaskan.
Ini detil tempatnya
https://www.airbnb.co.id/rooms/1168276?wl_source=list&wl_id=220733838&role=wishlist_owner&adults=1&children=0&infants=0

Sempet ketemu sama ownernya yang baik n ramah. Tinggalnya pas di sebelah guesthouse.
Itu rumahnya luasss, ada 4 kamar tidur. Plus 8 kamar mandi. Ruang makan n ruang keluarga yang luas juga. Berasa kayak di rumah sendiri deh. N ada playground buat anak-anak di halaman belakang. Yang enak lagi, semuanya ada di satu lantai. Jadi buat yang udah sepuh, ngga capek naik turun tangga. Tipe rumahnya model rumah tempo dulu. Jaman kita masih SD gitu. Tapi rapih dan apik.

Mendadak melow euy, keinget alm papa saya. Dua tahun yang lalu, waktu perekonomian bangsa lagi puncak jayanya, kita nyewa villa mewah di dago pakar. Itu villa memang superlux bangeeeet. Ada 4 kamar tidur, yang tiap kamarnya mirip hotel tipe exclusive room. Ada bathtub pula tiap kamar. Dan memang itu tipikal rumah modern dengan desain minimalis kontemporer. Plus ada kolam renang yang besar di halaman belakang.

Waktu itu saya sengaja nyari yang ada kolam renang, karena papa dan kami semua, paling doyan berenang. Yang ngga enaknya, papa harus naik turun tangga, dari kamar ke menuju kolam renang. Padahal papa waktu itu kakinya udah mulai sakit-sakitan. Hiks. Tapi begitupun, papa keliatan seneeenngg banget dengan vila itu. Sampe papa ngomong, next liburan kita nginep di sini lagi ya. Dan ternyata sebulan kemudian papa meninggal dunia ...

....
....

Hiks, jadi sedih lagi deh.

Ok, back to airbnb....

Untuk pembayaran, airbnb saat ini hanya terima kartu kredit. Dan untuk booking tempat, kita harus nunggu persetujuan dari pemilik rumah (host). Tadinya saya pikir, seperti agoda gitu. Kalo tempatnya ready, kita tinggal bayar online pake CC. Tapi untuk airbnb, perlu jeda waktu konfirmasi. Kalo kebetulan si host lagi online juga, dia bisa cepet respon. Kalo seperti saya kemaren, perlu waktu agak lama sampai hostnya meng-OK-kan bookingan kami. Saya maklum sih. Wajar aja, lagi momen lebaran gitu, pasti pas rempong-rempongnya. Apalagi hostnya emak-emak juga seperti saya...hehehe

Over all saya dan keluarga puas sangaaaaat.
Recommended banget.

Kalo kata orang Jepang, Osusume :)

Iya deh.....next part saya nulis pengalaman as a host ...


Lebaran

06 July 2017 | comments



Ngga terasa, lebaran udah lewat seminggu lalu. Dan ngga terasa juga, ini blog udah setengah taun lebih dianggurin ama yang punya. Kacian deh.

Entah saking sibuknya ngurus bisnis, atau emang males, atau perpaduan dua-duanya. Hehehe.
Baidewei, libur lebaran biasanya identik dengan mudik, silaturahim, berkunjung ke rumah sodara, makan ketupat, opor, kue kering, dan temen-temennya. Yang mana bener-bener bikin orang jadi agak lebaran badannya. 

Nah, demikian pula dengan saya. Sebenarnya saya kalau ditanya, lebih seneng mendem di rumah. Sambil ngupi, browsing, leyeh-leyeh. Tapi ngga mungkinlah, secara udah tua gini. Kudu ngasih contoh ke anak-anak. Kalo emang lebaran itu, judulnya wajib harus kudu, silaturahim ke yang tua. Walopun bisa kapan aja, tapi momen dimana bisa pada ngumpul semua pasukan, ya cuma pas libur lebaran kan?

Hari pertama, abis sholat ied. Kita meluncur ke Ciledug, ke rumah mama saya. Alhamdulillah, jalanan lancar jaya pake bangeeeeet. Yang biasanya depok-ciledug makan waktu nyaris 2 jam, sekarang cuma 45 menit dah sampe dengan selamat.

Hari kedua, kita pergi ke budenya suami di Serpong. Di situ bentaran doang, secara krucil dah pada berisik minta pulang. Sementara itu, saya, yang sejak kapan tau penasaran sama Aeon, mulai melancarkan rayuan pulau kelapa ke suami, supaya bisa melipir ke sana sejenak. Apalagi jarak dari rumah bude ke sana cuma setengah jam. Suami agak-agak males. Katanya Aeon tuh udah kayak pasar saking penuh sama pengunjung. Nah loh, saya ngotot, masak sih kayak pasar. Still penasaran. Pengen liat Aeon versi Indonesia. Anak-anak yang udah lama ngga nge-mol ikutan manasin bapaknya.

Akhirnya, melipirlah kami ke sana. Dan ternyata....huhu, bener-bener rameeee. Apalagi di bagian makanan, macam sushi, tempura, takoyaki, penuuh sekaleee. Padahal ye, itu sushi box yang dijual jauh lebih murah dari yang ada di supermarket di Jepang. Duluuu waktu di Jepang, sushi box rata-rata dijual seharga 1000 yen. Lah ini, hanya 50-60ribuan sodara-sodara !!! Sekitar 500 yen. 

Tapi berhubung saya juga udah capek ngeliat antriannya, jadi ngga beli sushi box. Hanya beli okonomiyaki, takoyaki, sama bento. Buat makan di jalan.

Back to the Lebaran. Tiga hari kemudian, saya, kakak, adik n mama beserta keluarga masing-masing, melipir ke bandung. Lumayan dua hari, dipake buat silaturahim ke dua keluarga. Dan ini pertamakalinya kami ngga nginep di hotel. Tapi di guest house yang saya pesen via airbnb. Ni ada ceritanya sendiri ya. Panjang kali lebar soalnya. Yang jelas semua puaaaasss. Alhamdulillah.

Benernya masih banyak yang mo diceritain. Terutama kisah liburan selama di Bandung. Tapi ntar deh. Dah mulai pegel nih. #alesan

Met lahir batin ya, buat semua pemirsa. Lop u as always :)






 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger