[CPS] Akhirnya Ngumpul....

29 June 2009 | comments (8)

Sabtu siang itu, si tengah mendarat di rumah, bersama sang papa.
Sang mama menyambutnya dengan heboh. Si tengah tersapu-sapu malu. Maklum dua hari ngga ketemu sang mama.
Yang menjenguk ke RS si papa mulu. Berhubung ada acara ngobrol sama dokter, makanya sang mama ngga pede.

Alhamdulillah, saya lega. Akhirnyaaa.....bisa ngeriung berlima lagi.
Kondisi si tengah sehat. Dan syukurnya, berat badannya udah kembali normal.
Jadi inget pas jenguk dua hari sebelumnya. Ketika itu saya menemani si tengah bermain di playgroundnya RS di lt.3.
Ada seorang ibu dengan anak seusia tengah, ngajakin ngobrol.
"Eh...itu anaknya pinter banget ya makannya. Hampir semua habis dimakan. Hebat ya...".
Saya tersenyum.
Saya datangnya setelah lewat jam makan malam. Jadi ngga sempat melihat acara makan anak-anak.

Alhamdulillah.
Kalau si tengah udah bisa ngabisin makanan, berarti dia udah kembali normal. Maklum si pemakan segala :D.
Sebelum masuk RS beratnya 9 kg. Beberapa hari setelah operasi, turun 3 kg. Keluar RS dah balik lagi jadi 9 kg ^-^
Kayaknya setelah infus dilepas, nafsu makannya kembali normal.

Pertama kali nyampe di rumah, si tengah masih malu-malu. Iyalah, 12 hari ninggalin rumah....jadi perlu adaptasi lagi. Ngga langsung lincah ngoprek-ngoprek sekeliling. Padahal saya malah seneng, kalo ada yang berantakin lagi. Itukan tanda si tengah lagi genki ippai (=sehat sekalleee ^-^)
Jadinya hari sabtu, si tengah masih banyak diam, ngga terlalu cerewet. Yang ada malah emaknya heboh pengen gendongin mulu. Melepaskan hasrat yang terpendam.

Sesekali saya coba ngintip ke bagian dalam mulutnya. Langit-langitnya sudah mulai rapat. Di pinggir-pinggirnya masih terlihat benang jahitan. Nantinya benang ini akan copot sendiri. Kalau menurut teman saya yang ngambil Phd di kedokteran gigi, benang yang dipakai di Jepang adalah benang terhalus di dunia. Walaupun saya mah kagak bisa bedain dan tentu saja kagak ngerti. Secara urusan jahit menjahit beneran aja masih gaptek.
Oiya, mulutnya sendiri masih ngeluarin bau anyir darah. Tapi dah kering banget kok. Mungkin sisa-sisa kemaren.

Trus, mengenai hasil test darah. Alhamdulillah, yang kemarin di atas normal, sekarang dah kembali normal. Dari hasil diskusi para dokter, mereka mengambil kesimpulan. Kemungkinan besar terjadinya kerusakan jaringan karena efek dari obat bius. Reaksi terhadap obat bius memang berbeda-beda untuk setiap orang. Untuk kasus si tengah ini, kemungkinan dia termasuk yang sensitif terhadap obat bius.  Dari hasil pemeriksaan lengkap, kondisi badan si tengah ini baik-baik saja. Artinya kerusakan jaringan yang ada sudah pulih kembali.

Hari minggunya, si tengah mulai menampakkan aslinya. Keliling rumah, nyari yang bisa dibongkar. Dah mulai cerewet. Dan yang menakjubkan, nafsu makannya itu loh. Lebih parah dari sebelum masuk RS. Lah makanan belum dimasukin ke mulutnya aja, udah heboh banget. Mulut dah mangap and matanya ngga lepas melototin piring. Baruuu aja satu sendok disuapin, ntu mulut dah mangap lagi minta diisi. Hehe. Akhirnya, beras di rumah bisa cepet abis.

Sementara ini, makanan si tengah harus yang agak lembek. Jadinya kasihan juga sih. Tiap saya, suami, atau si sulung makan makanan yang ngga lembek, kayak snack, dia hanya bisa ngeliatin aja. Dengan muka penuh harap, dan mulut yang mangap. Ngeliat ke arah makanan. Ngarepin ada yang bisa mampir ke mulutnya, walau cuma sesuap dua suap. .
Syukurnya dia bisa sabar. Ngga nangis.

Jadi keinget sama surat An-Nashr. Surat yang selalu dikutip ayah saya.
Pasti, setelah kesulitan ada kemudahan. Itu janji Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Alhamdulillah.

********************************

Dari CPS kemarin, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil. Kali aja ada sodara, ponakan, atau anak sendiri yang akan melakukan CPS.

- Sehabis operasi, mulut dan hidung akan mengeluarkan darah berupa lendir selama seharian. Ini adalah hal yang wajar. Jadi ngga perlu panik. Cuma mungkin agak mengganggu pernapasan si pasien. Kalau perlu bisa minta ke perawat untuk menyedot lendir tersebut dengan alat khusus penyedot.
- Sehari setelah operasi, biasanya terjadi panas tinggi. Terutama untuk pasien anak-anak. Karena setelah menjalani operasi, tubuh mereka lebih rentan dibanding tubuh orang dewasa. Panas bisa terjadi selama beberapa hari. Selama panas, pasien akan dirawat intensif dan dilakukan pemeriksaan darah secara rutin.
- Satu hari setelah operasi, pasien diberi makanan berupa larutan-larutan. Untuk pasien bayi, dua hari setelah operasi dibolehkan minum dengan dot. Tiga hari kemudian, mulai diberikan makanan padat yang berair.
- Umumnya pasien tinggal di RS selama 10 hari, kalau semuanya berjalan normal.
- Kalau pasiennya bayi, lebih baik orangtua ikut menginap. (jangan kayak saya -_-)

Hm, sepertinya itu saja yang terekam di otak saya. Mudah-mudahan bermanfaat :)


[CPS] Susahnya Obyektif

24 June 2009 | comments (3)

Hari ini genap 10 hari si tengah nginep di RS. Harusnya sih, hari ini dah keluar.
Tapi sama dokter belum dibolehin. Berhubung dari hasil test darah, masih ada paramater yang nilainya di atas normal. Dimana nilai tsb menunjukkan adanya kerusakan jaringan.

Lagi-lagi, tetep dokter ngga bisa menemukan, dimana letak kerusakan terjadi.
Yasud, itulah realita. Secanggih2nya Jepang, masih tetep ada kurangnya.
Padahal RS ini termasuk jajaran top dunia untuk urusan bedah mulut.
Dan tentu saja, poin si RS ini jadi rada berkurang di mata saya, sebagai emaknya pasien.

Jadi inget, jaman jadi pasien, alias waktu melahirkan di tiga rumah sakit berbeda.
Satu di Kawasaki, satu di Saitama, dan terakhir di Tokyo.
Hayyaahhh....ada aja kekurangan yang nongol. Namanya juga pasien, pengennya serba sempurna. Apalagi kalau dah bayar mahal. Tapi ternyata bukan cuma saya aja kok, emak2 jepang lainnya ternyata juga ngerumpiin hal yang sama.....ya tentang pelayanan, tentang menu makanan, tentang dokter, de el el.
Manusia....dimana2 sama, ga akan pernah puas, ...selalu mengeluh ...

Oiya, alhamdulillah, si tengah udah mulai sehatan.
Udah bisa tersenyum, dan kalau dibawa ke playground di lt 3, udah berani main sendiri.
Kalo sebelumnya, selalu nemplok plok sama emaknya. Sekarang udah berani jalan-jalan, ngambil mainan dan ngeliat2 buku.

Kata perawat, makannya juga banyak. Pantesan, perutnya mulai buncit lagi ^-^.
Tapi emang sih, masih tetep kelihatan beda, sama sebelum masuk RS. Ga segemuk dulu.
Lah turun 3 kg. Bayangin ...hanya dalam waktu seminggu, berat badan bisa berkurang segitu banyak.
Ya, mudah2an bisa cepet balik. Secara ni anak kalau dah masuk jam makan paling semangat bin hepi ^-^
Alhamdulillah....


NEXT
Akhirnya Ngumpul


[CPS] Badai Pasti Berlalu

20 June 2009 | comments (7)

18 Juni 2009.
Pagi hari.....rutinitas berjalan seperti biasa.
Membuat bento untuk suami dan si sulung. Ya, hari ini suami kembali masuk kantor.
Sebelum pergi,  saya pesan ke suami, supaya jangan lupa menelpon ke RS, menanyakan perkembangan si tengah.
Kepada si sulung, saya ceritakan kondisi adiknya sebenarnya. Dan memintanya terus berdoa untuk kesembuhan adiknya.

Siang-siang, suami menelpon saya. Kata dokter, sudah dilakukan pemeriksaan darah. Dan ternyata, ada salah satu hasil test yang nilainya besar atau di atas normal. Hm, dokternya agak sulit menjelaskan. Tapi menurutnya, nilai yang agak besar itu mengindikasikan adanya kerusakan jaringan sel. Sayangnya, tidak diketahui dibagian mana terjadinya kerusakan sel tersebut.

Suami khawatir. Apalagi saya. Apa mungkin kerusakan sel terjadi ketika panasnya mencapai 41 derajat kemarin? Hm, suami lupa menanyakan kemungkinan ini ke dokter. Tapi kami sama-sama berdoa, semoga kerusakan sel tidak terjadi di organ-organ penting.
Sementara itu, kondisi badan si tengah masih demam. Berkisar 38,5-39 derajat. Dan sejauh ini masih dalam pengamatan intensif, walau tidak sampai masuk ke ICU.

Selesai menerima telepon suami, saya kembali termenung, terdiam lama.
Kembali hujan mengalir dari mata dan hati saya.
Entah kenapa, sholat dan tilawah Qur`an belum juga membuat hati saya menjadi tenang.

Ya Allah....anakku...selamatkan dia....
Anak yang kehadirannya ditunggu berbilang tahun...
Anak yang selama 9 bulan mendiami rahim saya....
Yang berbulan-bulan setelahnya selalu menggemaskan saya dengan kemurahan senyumnya....
tawanya yang lucu dan lebar....melihatkan gigi-gigi mungil yang tumbuh dengan cepat...
yang selalu sibuk mengeksplor seisi rumah...dengan jari-jarinya yang mungil....
yang suka memonyongkan mulutnya....ketika akan mencium saya....
yang pemakan segala.....sampai perutnya buncit...
Sungguh....saya belum siap ya Allah...

###############

Di tengah gemuruhnya kondisi jiwa saya, saya memutuskan untuk menelepon mama.

Begitu terdengar suara salam dari mama di seberang sana, tangis saya langsung meledak. Hujan deras menghambur mengiringi kata-kata yang keluar dari mulut saya.

Dan mama, dengan setia mendengar, sampai saya berhenti berbicara.
Lalu, mama hanya menyitir salah satu ayat-Nya....
bahwa semua yang terjadi di alam ini, termasuk di dalamnya semua kejadian yang menimpa manusia, sesungguhnya jaaauuuuuh sebelumnya... sudah tercatat di Lauh Mahfuzh.
Karenanya, tidak ada yang bisa kita lakukan, selain berusaha, berdoa dan tawakkal.
Sekarang, usaha sudah dilakukan...., tinggal terus berdoa dan jangan sampai putus harapan kepada Allah...

"Ingat sayang, Muaz terlahir dengan kondisi seperti ini, bukankah Allah juga yang menentukan?? Dan ingat juga sayang, anak adalah titipan....Mereka bukan milik kita...tapi milik Allah..."

Ah, mama mengingatkan saya.
Sesaat, saya seperti orang yang baru sadar dari mimpi buruk.

Kenapa tiba-tiba saya menjadi linglung begini. Melupakan ketetapan yang Allah berikan ke saya?? Kenapa tiba-tiba saya seperti menjadi orang yang buta dan tuli terhadap nikmat Allah?? Bukankah seharusnya saya bersyukur?? Bahwa apa yang terjadi pada si tengah saat ini, sungguh.....sama sekali tidak ada artinya,  dibanding segala kenikmatan yang Allah berikan kepada saya ??
Dan...bukankah si sulung, si tengah, si bungsu....adalah milik Allah?? Tentu saja Dia berhak melakukan apasaja terhadap milik-Nya...

Saya jadi teringat dengan kisah di masa lalu. Ketika seorang wanita sholihah mengabarkan kematian anaknya dengan perumpamaan yang sangat indah, terhadap suaminya. Dia meminta pendapat ke suaminya, bagaimana jika seorang pemilik, mengambil barang titipannya ke orang yang dititipi. Berhakkah orang yang dititipi untuk marah?
Ketika suaminya menjawab tidak, lalu iapun menjelaskan keadaan anak mereka, yang sudah diambil oleh Pemiliknya.

Subhanallah.
Sungguh. Saya tidak bisa membayangkan, terbuat dari apa hati wanita sholihah tersebut. Mungkin dari cahaya. Tidak seperti saya, yang pekat dengan dosa. Baru ditimpa musibah ringan saja, sudah merasa seperti orang yang paling menderita di dunia. Astaghfirullah.

Renungan sepanjang siang itu, tiba-tiba membuat hujan di diri saya berhenti. Cuaca kembali cerah.....

***************

Sore ini setelah Ashar, saya pergi ke RS. Di rumah ada si sulung dan si bayi kecil.
Saya pesan ke si sulung untuk sabar menunggu papanya yang pulang ke rumah sekitar satu jam lagi. Ya, si sulung ini masih agak takutan. Terbukti setelah saya pergi, dia menutup semua pintu, termasuk pintu kamar, tempat dia dan si bayi berdiam.

Sampai di RS....ternyata si tengah sudah pindah ruangan.
Ruangannya persis di depan nurse station.
Saya datang saat jam makan malam, sekitar jam 6.
Si tengah lagi disuapi perawat. Begitu melihat saya berdiri di depan pintu, dia langsung menangis histeris. Kasihan, kangen banget dia sama mamanya.

Sayapun bertukar tempat dengan perawat. Saya suapin dia.
Cuma beberapa suap, dia menolak makan. Lalu memeluk saya erat dengan tangan mungilnya. Alhamdulillah, badannya tidak panas. Kata perawat, demamnya sudah turun. Suhu badannya sudah normal, sekitar 36 derajat.

Sambil memeluknya, saya memperhatikan badan mungil itu.
Ada tiga kabel tipis menempel di dadanya. Kabel yang tersambung dengan monitor kecil yang menampakkan grafik detak jantung dan ...hm, grafik apa lagi ya.
Ada lagi satu kabel tipis yang dijepitkan di kaki. Dan...hei, jarum infusnya, berpindah ke tangan kiri.

Saya perhatikan tangan kanannya. Agak bengkak dan membiru.
Terlihat beberapa luka kecil. Sepertinya bekas infus. Atau bekas suntikan jarum untuk sampel darah. Ada bekas plester di sana sini. Juga ada sedikit luka terkelupas berwarna merah muda. Duh, coba ya...., kok perawatnya ngga diperhatiin sih ini tangan mungil.

Saya panggil perawat, dan menunjukkan luka tersebut. Dengan meminta maaf, si perawat mengambil tensoplast untuk menutupi luka, dan membersihkan sisa-sisa tempelan plester.
Si tengah agak memberontak. Mungkin sakit. Saya berusaha menenangkannya.

Sambil menggendongnya, saya memperhatikan seisi kamar. Ada empat tempat tidur di ruangan itu. Dua diantaranya terisi. Satu untuk si tengah, dan satu lagi untuk perempuan kecil. Tempat tidurnya persis bersampingan dengan tempat tidur si tengah. Perempuan kecil itu mungkin sekitar 2,5 th. Bagian kepalanya diperban. Mungkin habis dioperasi.
Perempuan kecil itu gelisah, menangis kecil, lalu memanggil mamanya. Kasihan, dia mengantuk, tapi tidak ada yang mengeloni. Duh nak, kalau boleh saya mau mengelonimu.

Ini nih resiko merawat anak sakit di lantai 3. Harus kuat dan tega mendengar suara-suara mungil menangis. Memanggil-manggil mamanya, yang mungkin belum sempat menjenguk, melihat anaknya. Mengandalkan perawat....ya, ngga bisa sepenuhnya. Paling banter mereka hanya menggendong sebentar, lalu si anak ditinggal pergi, dibiarkan menangis, berteriak dan meronta-ronta dan akhirnya tertidur karena capek. Kasian.....

Beberapa menit kemudian, si tengah tertidur pulas di pelukan saya. Saya letakkan di tempat tidur pelan-pelan. Dia bergerak sebentar, lalu...kembali terlelap. Wah, rekor nih. Biasanya dia cepat terbangun begitu diletakkan di tempat tidur.

Dia ngga tidur siang, kata perawat. Ooh, pantesan sekarang tidurnya nyenyak sekali.
Saya pun bersiap pulang. Saya ambil pakaian kotor si tengah, memasukkannya ke bungkusan kecil. Lalu melangkah keluar kamar.

Fffiiuuuuh....alhamdulillah...
Ini hari pertama saya mengakhiri hari tanpa airmata.

Terima kasih ya Allah. Akhirnya badai itu berlalu juga.
Terutama badai di hati ini......

**************************************

(masih empat hari lagi sebelum si tengah keluar RS....)

sodara2ku tercinta.......
terima kasih ya, atas empati dan doa2nya....
semoga Allah membalas segala kebaikan sodara2ku semua dengan pahala yang berlipat ganda....amiiin





[CPS] Badai Pasti Berlalu

| comments (7)

18 Juni 2009.
Pagi hari.....rutinitas berjalan seperti biasa.
Membuat bento untuk suami dan si sulung. Ya, hari ini suami kembali masuk kantor.
Sebelum pergi,  saya pesan ke suami, supaya jangan lupa menelpon ke RS, menanyakan perkembangan si tengah.
Kepada si sulung, saya ceritakan kondisi adiknya sebenarnya. Dan memintanya terus berdoa untuk kesembuhan adiknya.

Siang-siang, suami menelpon saya. Kata dokter, sudah dilakukan pemeriksaan darah. Dan ternyata, ada salah satu hasil test yang nilainya besar atau di atas normal. Hm, dokternya agak sulit menjelaskan. Tapi menurutnya, nilai yang agak besar itu mengindikasikan adanya kerusakan jaringan sel. Sayangnya, tidak diketahui dibagian mana terjadinya kerusakan sel tersebut.

Suami khawatir. Apalagi saya. Apa mungkin kerusakan sel terjadi ketika panasnya mencapai 41 derajat kemarin? Hm, suami lupa menanyakan kemungkinan ini ke dokter. Tapi kami sama-sama berdoa, semoga kerusakan sel tidak terjadi di organ-organ penting.
Sementara itu, kondisi badan si tengah masih demam. Berkisar 38,5-39 derajat. Dan sejauh ini masih dalam pengamatan intensif, walau tidak sampai masuk ke ICU.

Selesai menerima telepon suami, saya kembali termenung, terdiam lama.
Kembali hujan mengalir dari mata dan hati saya.
Entah kenapa, sholat dan tilawah Qur`an belum juga membuat hati saya menjadi tenang.

Ya Allah....anakku...selamatkan dia....
Anak yang kehadirannya ditunggu berbilang tahun...
Anak yang selama 9 bulan mendiami rahim saya....
Yang berbulan-bulan setelahnya selalu menggemaskan saya dengan kemurahan senyumnya....
tawanya yang lucu dan lebar....melihatkan gigi-gigi mungil yang tumbuh dengan cepat...
yang selalu sibuk mengeksplor seisi rumah...dengan jari-jarinya yang mungil....
yang suka memonyongkan mulutnya....ketika akan mencium saya....
yang pemakan segala.....sampai perutnya buncit...
Sungguh....saya belum siap ya Allah...

###############

Di tengah gemuruhnya kondisi jiwa saya, saya memutuskan untuk menelepon mama.

Begitu terdengar suara salam dari mama di seberang sana, tangis saya langsung meledak. Hujan deras menghambur mengiringi kata-kata yang keluar dari mulut saya.

Dan mama, dengan setia mendengar, sampai saya berhenti berbicara.
Lalu, mama hanya menyitir salah satu ayat-Nya....
bahwa semua yang terjadi di alam ini, termasuk di dalamnya semua kejadian yang menimpa manusia, sesungguhnya jaaauuuuuh sebelumnya... sudah tercatat di Lauh Mahfuzh.
Karenanya, tidak ada yang bisa kita lakukan, selain berusaha, berdoa dan tawakkal.
Sekarang, usaha sudah dilakukan...., tinggal terus berdoa dan jangan sampai putus harapan kepada Allah...

"Ingat sayang, Muaz terlahir dengan kondisi seperti ini, bukankah Allah juga yang menentukan?? Dan ingat juga sayang, anak adalah titipan....Mereka bukan milik kita...tapi milik Allah..."

Ah, mama mengingatkan saya.
Sesaat, saya seperti orang yang baru sadar dari mimpi buruk.

Kenapa tiba-tiba saya menjadi linglung begini. Melupakan ketetapan yang Allah berikan ke saya?? Kenapa tiba-tiba saya seperti menjadi orang yang buta dan tuli terhadap nikmat Allah?? Bukankah seharusnya saya bersyukur?? Bahwa apa yang terjadi pada si tengah saat ini, sungguh.....sama sekali tidak ada artinya,  dibanding segala kenikmatan yang Allah berikan kepada saya ??
Dan...bukankah si sulung, si tengah, si bungsu....adalah milik Allah?? Tentu saja Dia berhak melakukan apasaja terhadap milik-Nya...

Saya jadi teringat dengan kisah di masa lalu. Ketika seorang wanita sholihah mengabarkan kematian anaknya dengan perumpamaan yang sangat indah, terhadap suaminya. Dia meminta pendapat ke suaminya, bagaimana jika seorang pemilik, mengambil barang titipannya ke orang yang dititipi. Berhakkah orang yang dititipi untuk marah?
Ketika suaminya menjawab tidak, lalu iapun menjelaskan keadaan anak mereka, yang sudah diambil oleh Pemiliknya.

Subhanallah.
Sungguh. Saya tidak bisa membayangkan, terbuat dari apa hati wanita sholihah tersebut. Mungkin dari cahaya. Tidak seperti saya, yang pekat dengan dosa. Baru ditimpa musibah ringan saja, sudah merasa seperti orang yang paling menderita di dunia. Astaghfirullah.

Renungan sepanjang siang itu, tiba-tiba membuat hujan di diri saya berhenti. Cuaca kembali cerah.....

***************

Sore ini setelah Ashar, saya pergi ke RS. Di rumah ada si sulung dan si bayi kecil.
Saya pesan ke si sulung untuk sabar menunggu papanya yang pulang ke rumah sekitar satu jam lagi. Ya, si sulung ini masih agak takutan. Terbukti setelah saya pergi, dia menutup semua pintu, termasuk pintu kamar, tempat dia dan si bayi berdiam.

Sampai di RS....ternyata si tengah sudah pindah ruangan.
Ruangannya persis di depan nurse station.
Saya datang saat jam makan malam, sekitar jam 6.
Si tengah lagi disuapi perawat. Begitu melihat saya berdiri di depan pintu, dia langsung menangis histeris. Kasihan, kangen banget dia sama mamanya.

Sayapun bertukar tempat dengan perawat. Saya suapin dia.
Cuma beberapa suap, dia menolak makan. Lalu memeluk saya erat dengan tangan mungilnya. Alhamdulillah, badannya tidak panas. Kata perawat, demamnya sudah turun. Suhu badannya sudah normal, sekitar 36 derajat.

Sambil memeluknya, saya memperhatikan badan mungil itu.
Ada tiga kabel tipis menempel di dadanya. Kabel yang tersambung dengan monitor kecil yang menampakkan grafik detak jantung dan ...hm, grafik apa lagi ya.
Ada lagi satu kabel tipis yang dijepitkan di kaki. Dan...hei, jarum infusnya, berpindah ke tangan kiri.

Saya perhatikan tangan kanannya. Agak bengkak dan membiru.
Terlihat beberapa luka kecil. Sepertinya bekas infus. Atau bekas suntikan jarum untuk sampel darah. Ada bekas plester di sana sini. Juga ada sedikit luka terkelupas berwarna merah muda. Duh, coba ya...., kok perawatnya ngga diperhatiin sih ini tangan mungil.

Saya panggil perawat, dan menunjukkan luka tersebut. Dengan meminta maaf, si perawat mengambil tensoplast untuk menutupi luka, dan membersihkan sisa-sisa tempelan plester.
Si tengah agak memberontak. Mungkin sakit. Saya berusaha menenangkannya.

Sambil menggendongnya, saya memperhatikan seisi kamar. Ada empat tempat tidur di ruangan itu. Dua diantaranya terisi. Satu untuk si tengah, dan satu lagi untuk perempuan kecil. Tempat tidurnya persis bersampingan dengan tempat tidur si tengah. Perempuan kecil itu mungkin sekitar 2,5 th. Bagian kepalanya diperban. Mungkin habis dioperasi.
Perempuan kecil itu gelisah, menangis kecil, lalu memanggil mamanya. Kasihan, dia mengantuk, tapi tidak ada yang mengeloni. Duh nak, kalau boleh saya mau mengelonimu.

Ini nih resiko merawat anak sakit di lantai 3. Harus kuat dan tega mendengar suara-suara mungil menangis. Memanggil-manggil mamanya, yang mungkin belum sempat menjenguk, melihat anaknya. Mengandalkan perawat....ya, ngga bisa sepenuhnya. Paling banter mereka hanya menggendong sebentar, lalu si anak ditinggal pergi, dibiarkan menangis, berteriak dan meronta-ronta dan akhirnya tertidur karena capek. Kasian.....

Beberapa menit kemudian, si tengah tertidur pulas di pelukan saya. Saya letakkan di tempat tidur pelan-pelan. Dia bergerak sebentar, lalu...kembali terlelap. Wah, rekor nih. Biasanya dia cepat terbangun begitu diletakkan di tempat tidur.

Dia ngga tidur siang, kata perawat. Ooh, pantesan sekarang tidurnya nyenyak sekali.
Saya pun bersiap pulang. Saya ambil pakaian kotor si tengah, memasukkannya ke bungkusan kecil. Lalu melangkah keluar kamar.

Fffiiuuuuh....alhamdulillah...
Ini hari pertama saya mengakhiri hari tanpa airmata.

Terima kasih ya Allah. Akhirnya badai itu berlalu juga.
Terutama badai di hati ini......

**************************************

(masih empat hari lagi sebelum si tengah keluar RS....)

sodara2ku tercinta.......
terima kasih ya, atas empati dan doa2nya....
semoga Allah membalas segala kebaikan sodara2ku semua dengan pahala yang berlipat ganda....amiiin


NEXT
Genap 10 Hari: Susahnya Obyektif





[CPS] Demam Tinggi

19 June 2009 | comments (7)


17 Juni 2009.
Hari ini saya minta suami tetap cuti. Ya, seharusnya dia cuti dua hari saja.
Tapi saya minta supaya suami bisa tetap ke RS, melihat kondisi si tengah.
Rencananya pagi sampai sore suami yang jenguk. Setelah suami pulang, baru saya yang gantian pergi ke RS sampai malam.

Setelah sampai, suami sms ke saya. Katanya kondisi si tengah udah mendingan. Darah sudah mulai kering. Hidung dan mulut sudah ngga berlendir merah lagi. Panasnya masih ada, tapi ngga begitu tinggi, sekitar 38 derajat. Tapi si tengah masih rewel. Tetep minta gendong terus. Ngga boleh lepas sama sekali.
Alhamdulillah. Saya lega. Minimal ada kemajuan. Ngga ada darah.

Sorenya saya berangkat. Sambil membawa beberapa lembar baju, pampers dan mainan si tengah. 45 menit saya sampai di RS. Saya pelan-pelan masuk ke ruangannya. Hm, si tengah sedang rebahan, dengan posisi membelakangi pintu masuk. Sepertinya dia tidak sadar, kalau ada yang masuk.

Pelan-pelan saya letakkan tas dan barang2 bawaan. Lalu saya cuci tangan di wastafel dekat situ. Hm, masih belum bergerak juga si tengah, mendengar bunyi air keran mengalir.
Saya panggil namanya. Saya elus-elus rambutnya. Loh, masih belum nengok juga. Kok responnya lama sekali ya.

Agak lama kemudian, baru si tengah membalikkan badan. Dia langsung menangis, dan mengulurkan tangannya. Masya Allah, saya baru sadar, wajah mungil itu terlihat kurus. Dan begitu saya memeluknya, terasa panas badannya.
Ayo, jangan nangis. Kembali saya kuatkan hati saya. Walaupun mata sudah mulai basah.

Jam setengah 7, perawat datang membawakan makanan. Hm, bukan makanan kali ya, tapi larutan makanan. Ada sekitar 7 gelas yang masing-masing berisikan larutan nasi, ikan, miso, yogurt, jus, susu dan airputih. Alhamdulillah, si tengah mau makan. Saya suapin sesendok demi sesendok. Satu gelas larutan miso habis dan setengah gelas susu. Setelah itu si tengah menolak dan memeluk saya kembali.

Tapi, sepertinya tubuhnya bertambah panas. Saya panggil perawat, minta diukur suhu badannya. Ternyata 41 derajat !! Masya Allah.
Si perawat tenang saja, dan berkata, kalau dalam botol infus itu sudah ada obat penurun panas, jadi ngga akan ada masalah.
Duh, shobar...shobar...saya nenangin hati yang mulai panas. Ini perawat kok enteng banget ya ngomongnya.

Beberapa menit kemudian perawat lain datang membawa obat penurun panas yang agak keras. Yang harus dimasukkan lewat anus. Si tengah merintih pelan, ketika obat itu dimasukkan, seperti tidak ada tenaga lagi untuk menangis kencang.
Saya kembali menggendongnya, menenangkannya yang terus menerus gelisah.
Badan mungil itu terasa panas sekali. Ya Allah, ingin sekali terus memeluknya.
Ngga berapa lama, dokter datang. Memeriksa badan mungil itu.
Biasanya, setelah operasi, sering terjadi demam tinggi pada anak. Si dokter menjelaskan.

Jam 8 malam lewat sedikit. Perawat datang untuk mengusir saya. Sudah lewat jam jenguk. Ibu pulang saja, nanti biar saya yang menggendong anak ibu. Kata perawat.
Ya sudah, sayapun keluar kamar, kembali diiringi dengan suara tangisan si tengah yang begitu lemah.

Malam itu, saya keluar RS, dengan hati yang meleleh.

Sampai di rumah jam 9. Belum ada yang tidur. Saya menangis di hadapan suami dan si sulung. Saya bilang saya sedih sekali ninggalin si tengah dalam kondisi demam tinggi. Apa mungkin si perawat bakal terus menggendong dia? Ya jelas tidak. Karena perawat harus menangani beberapa anak sekaligus, bukan hanya si tengah saja. Lagian, sentuhan perawat pasti beda sama sentuhan ibu.
Astaghfirullah, ini hati kok jadi ngedumel terus ya.

Jam 11 malam. Saya baru mau sholat, ketika tiba-tiba telepon rumah berdering.
Duh, siapa pula yang menelpon malam-malam gini.
Ternyata, dari RS. Dari dokter yang menangani si tengah.
Cepat saya berikan telepon ke suami.
Agak lama dokter berbicara. Sementara hati saya terus bergemuruh.

Telepon ditutup.
Suami cerita, tadi dokter bilang, si tengah sempat kejang dua kali karena panasnya semakin tinggi. Dan sekarang si tengah dalam penanganan intensif. Dokter akan melalukan pemeriksaan detil terkait dengan demamnya yang tinggi. Untuk itu dokter minta persetujuan ke suami.

Astaghfirullah......
Saya sholat sambil menangis ngga berhenti-berhenti. Suami juga.
Sungguh, ingin rasanya terbang, segera menuju ke kamar si tengah.
Menggendongnya, memeluknya, memindahkan semua panasnya ke badan saya.....



[CPS] Hari Kedua, Episode Penuh Darah dan Airmata

| comments (6)

Hm, judulnya sinetron sekali yak. Tapi ini kenyataan.

16 Juni 2009.
Pagi-pagi sekali suami pergi ke RS. Hari ini operasi dilakukan pukul 9.
Selama suami pergi, seharian itu saya gelisah menunggu sms darinya.
Ya, saya ingin tau terus menerus kabar si tengah.

Pukul 9.45 si tengah masuk ruang operasi. Tak putus-putus saya berdoa.
Semoga operasinya berjalan lancar. CPS, memang tergolong operasi kecil.
Tapi tetep saja, tindakan medis sekecil apapun pasti ada resikonya.

Pukul 12 kurang, operasi selesai. Suami diminta menjemput si tengah di depan pintu ruang operasi. Suami cerita, si tengah menangis meraung-raung. Sepertinya pengaruh bius mulai menghilang, dan mungkin saja dia mulai merasa sakit dimulutnya. Sementara itu dari hidung dan mulutnya keluar darah, sisa luka operasi.

Sejak itu, si tengah dipeluk suami terus. Dia tidak mau dilepas. Walhasil baju suami jadi penuh darah. Suami sms saya, minta saya dan si sulung datang untuk melihat si tengah. Siapa tahu dia lebih terhibur dengan kehadiran semua. Sedangkan si bungsu dititipkan ke hoikuen saja, kata suami.

Jadinya, siang itu saya sibuk sekali. Saya siapkan perlengkapan si bayi 5 bulan. Setelah itu, dengan terpaksa saya tinggalkan si bayi, saya beli pampers dan bento untuk suami, yang sama sekali ngga bisa kemana-mana, karena terus menggendong si tengah. Lalu saya balik ke rumah, meletakkan belanjaan. Trus saya pergi lagi ke sekolah si sulung. Dan setengah berlari saya menuju lantai 4, ke ruang kelasnya si sulung. Saya harus cepat-cepat, mumpung masih jam makan siang.

Dari sekolah, saya dan si sulung menuju hoikuen. Sekitar 7 menitan dengan sepeda. Si bayi kecil saya gendong di belakang. Masih dengan nafas tersengal-sengal, saya masuk ke jidokaikan yang bisa jadi hoikuen dengan bayaran perjam. Tapiiiii....., ternyata saya ngga bisa menitipkan si bungsu, berhubung untuk nitipin harus yoyaku (=booking) sehari sebelumnya. Ya ampun. Saya ngedumel dalam hati. Saya lupa kalo di Jepang ini, semuuuaaa harus serba yoyaku

Tapi saya masih ngotot. Dengan suara dan tampang dimelas-melasin, saya jelaskan kalau saya harus menjenguk anak saya yang baru dioperasi. Dan bayi ini tidak boleh dibawa ke RS.
Yah, ini Jepang bu. Namanya peraturan harus ditaati. Biar kate dalam kondisi gawat darurat kyk sekarang. Lagi-lagi saya ngedumel melihat penolakan mereka. Walau diringi kalimat permohonan maaf dari mereka.

Syukurnya, saya teringat ada teman singapur yang baik hati, yang rumahnya ngga terlalu jauh. Dan alhamdulillah, dia bersedia dititipin si bungsu.

Singkat cerita, akhirnya sekitar pukul 5 lewat saya sampai di RS. Sayangnya si sulung ngga boleh masuk. Yang boleh hanya orangtua pasien saja.
Sampai di kamar, saya terkejut sekali melihat si tengah. Kondisinya itu, jauuuh berbeda dengan hari kemarin. Mukanya terlihat lemas, dengan mata yang bengkak, sepertinya karena kebanyakan menangis. Sekitar mulut dan hidung masih keluar tetesan darah. Kedua lengannya diganjal dengan semacam karton, agar tangannya tidak bisa memegang muka. Di salah satu tangan menempel jarum yang tersambung dengan selang infus.
Lalu dipunggungnya diletakkan seperti tas ransel yang berisi bantal es, untuk mendinginkan tubuhnya yang demam.
Mata saya berembun. Cepat saya rengkuh dia dalam pelukan saya. Diapun menangis, melihat saya, ibunya yang ditunggu-tunggunya. Sekuat tenaga saya menahan tangis. Badannya panas. Dia gelisah sekali. Mungkin kagok dengan kondisi mulutnya.

Suami dan sulung sudah pulang. Saya masih bertahan di sini. Seharusnya pukul 8 malam jam bezuk selesai. Tapi kata perawat, karena si tengah baru saja operasi, tidak apa-apa kalau ibunya mau lebih lama lagi menemani dia. Syukurlah.

Pukul 10 malam, saya diusir. Percayakan pada kami, kata perawat. Akhirnya saya keluar dari ruangan, diiringi dengan tangisan si tengah. Darah dari hidung dan mulut masih terus keluar.
Jilbab saya pun berdarah-darah. Untung warnanya gelap, jadi ngga begitu kelihatan.

Malam itu hujan. Sambil memegang payung, saya berjalan menuju stasiun. Mata saya basah. Juga hati saya. Tidak tega rasanya meninggalkan si tengah. Ingin rasanya terus menerus berada di sampingnya, sampai kondisinya pulih. Tadi sore saya  minta suami ngomong ke perawat untuk merubah opsi perawatan si tengah. Saat ini opsinya adalah perawatan tanpa ortu, di lantai 3. Sedangkan perawatan bersama ortu yg nginep ada di lantai 6.

Ternyata, untuk perawatan dengan ortu, semua sudah terisi, alias full. Ada sih, kamar khusus dengan pelayanan VIP, tapi harganya selangit. Sepertiga gaji suami. Glek.
Ya sudahlah. Memang sudah takdir.

Sampai di rumah, pukul 11. Semua sudah tidur. Saya bersihkan badan, lalu berwudhu dan sholat. Saya menangis sejadi-jadinya. Teringat terus dengan keadaan si tengah tadi.
Ya Allah, beri saya kekuatan. Ya Allah, lindungi selalu anakku....beri dia kesembuhan secepatnya............................


NEXT
HARI KETIGA; Demam Tinggi

[CPS] Hari Pertama

| comments (3)

(CPS = Cleft Palate Surgery)

15 Juni 2009
Akhirnya, hari ini datang juga. Hari dimana si tengah akan masuk RS. Dan besok paginya CPS akan dilakukan. Semua perlengkapan untuk menginap selama 10 hari, saya siapkan. Alhamdulillah, pagi itu sebelum berangkat, dia sempet makan dan minum susu, walau cuma sedikit. Agak rewel dikit, karena masih hawa ngantuk. Syukurnya lagi, kondisinya keliatan sehat. Ga ada meler dan ga ada batuk. Khawatir aja kalau operasinya diundur lagi.

Oiya, saya ngga ikutan nganter ke RS, berhubung ada si bungsu yang masih lima bulan. Papanya keberatan kalo si bayi mungil ikutan ke RS. Maklum, sekarang di Jepang wabah flu babi makin banyak. Jadinya kalau ngga perlu, sebisa mungkin bayi kecil tinggal di rumah aja.

Setelah mereka pergi, hm, rumah jadi sepi banget yak. Biasanya rame sama tingkah si tengah yang selalu bikin seisi rumah heboh. Hehe. Saya kok rasanya hari ini jadi santai sekali ya. Sambil beberes sana sini, pikiran saya jadi melayang. Gimana nanti ya si tengah di RS. Ntar malam tidurnya gimana ya. Malam pertama tanpa ortu di sisinya. Biasanya kalau malam, dia suka megangin tangan saya sambil diletakkan di pipinya yang gembul.
Fiuh, tahan emosi. Ntar hujan lagi. Yasud, saya berdoa, semoga semua berjalan lancar.

Malamnya, suami pulang ke rumah, dan cerita panjang lebar. Yappari, begitu sampai RS si tengah nangis. Suasana baru, dengan orang-orang yang tidak dikenal. Jadinya minta dipeluk terus. Gitu juga pas dimandiin suami. Masih tetep aja nangis dan ngga mau lepas. Apalagi pas malam, waktu suami mau pulang.

Malam itu, si sulung ulang-ulang bergumam, sabishi naaa.... (=sepi banget yak)
Hmm, cobaan. Selama beberapa hari ke depan, menjalani hidup tanpa satu anggota keluarga. Mana anggota keluarga yang ini, tergolong superstar. Selalu menyita perhatian seisi rumah dengan tawanya yang lucu dan perutnya yang buncit itu.

Oiya, sekedar info. Cleft Palate Surgery adalah operasi penutupan rongga langit-langit. Si tengah sejak usia 7 bulan dalam kandungan sdh terdeteksi menderita cleft lip and palate alias bibir sumbing dan langit2 terbelah. Operasi bibir sudah dilakukan waktu usianya 3 bulan. Dan untuk penutupan rongga langit-langit ini, adalah operasi tahap dua, dilakukan sekarang ketika usia si tengah menjelang 1,5 th. Tahap tiga dilakukan usia 7 tahun, untuk memperbaiki posisi gusi yang juga terbelah. Yang terakhir, tahap empat untuk finishing touch, dilakukan di usia 17 tahun.

Subhanallah, untuk memperbaiki sedikit `kekurangan` saja, memakan waktu yang lama.
Betapa rumitnya penciptaan organ-organ tubuh manusia. Dan betapa lemahnya manusia di hadapan sang Maha Pencipta.

Saya bersyukur sekali, si tengah hanya menderita cacat yang ringan saja. Itupun masih bisa diperbaiki. Bagaimana dengan anak-anak yang menderita cacat berat baik fisik ataupun organ-organ penting lainnya?  Benar-benar ujian berat bagi orangtuanya.





[CPS] Hari Ketiga: Demam Tinggi

| comments (7)


17 Juni 2009.
Hari ini saya minta suami tetap cuti. Ya, seharusnya dia cuti dua hari saja.
Tapi saya minta supaya suami bisa tetap ke RS, melihat kondisi si tengah.
Rencananya pagi sampai sore suami yang jenguk. Setelah suami pulang, baru saya yang gantian pergi ke RS sampai malam.

Setelah sampai, suami sms ke saya. Katanya kondisi si tengah udah mendingan. Darah sudah mulai kering. Hidung dan mulut sudah ngga berlendir merah lagi. Panasnya masih ada, tapi ngga begitu tinggi, sekitar 38 derajat. Tapi si tengah masih rewel. Tetep minta gendong terus. Ngga boleh lepas sama sekali.
Alhamdulillah. Saya lega. Minimal ada kemajuan. Ngga ada darah.

Sorenya saya berangkat. Sambil membawa beberapa lembar baju, pampers dan mainan si tengah. 45 menit saya sampai di RS. Saya pelan-pelan masuk ke ruangannya. Hm, si tengah sedang rebahan, dengan posisi membelakangi pintu masuk. Sepertinya dia tidak sadar, kalau ada yang masuk.

Pelan-pelan saya letakkan tas dan barang2 bawaan. Lalu saya cuci tangan di wastafel dekat situ. Hm, masih belum bergerak juga si tengah, mendengar bunyi air keran mengalir.
Saya panggil namanya. Saya elus-elus rambutnya. Loh, masih belum nengok juga. Kok responnya lama sekali ya.

Agak lama kemudian, baru si tengah membalikkan badan. Dia langsung menangis, dan mengulurkan tangannya. Masya Allah, saya baru sadar, wajah mungil itu terlihat kurus. Dan begitu saya memeluknya, terasa panas badannya.
Ayo, jangan nangis. Kembali saya kuatkan hati saya. Walaupun mata sudah mulai basah.

Jam setengah 7, perawat datang membawakan makanan. Hm, bukan makanan kali ya, tapi larutan makanan. Ada sekitar 7 gelas yang masing-masing berisikan larutan nasi, ikan, miso, yogurt, jus, susu dan airputih. Alhamdulillah, si tengah mau makan. Saya suapin sesendok demi sesendok. Satu gelas larutan miso habis dan setengah gelas susu. Setelah itu si tengah menolak dan memeluk saya kembali.

Tapi, sepertinya tubuhnya bertambah panas. Saya panggil perawat, minta diukur suhu badannya. Ternyata 41 derajat !! Masya Allah.
Si perawat tenang saja, dan berkata, kalau dalam botol infus itu sudah ada obat penurun panas, jadi ngga akan ada masalah.
Duh, shobar...shobar...saya nenangin hati yang mulai panas. Ini perawat kok enteng banget ya ngomongnya.

Beberapa menit kemudian perawat lain datang membawa obat penurun panas yang agak keras. Yang harus dimasukkan lewat anus. Si tengah merintih pelan, ketika obat itu dimasukkan, seperti tidak ada tenaga lagi untuk menangis kencang.
Saya kembali menggendongnya, menenangkannya yang terus menerus gelisah.
Badan mungil itu terasa panas sekali. Ya Allah, ingin sekali terus memeluknya.
Ngga berapa lama, dokter datang. Memeriksa badan mungil itu.
Biasanya, setelah operasi, sering terjadi demam tinggi pada anak. Si dokter menjelaskan.

Jam 8 malam lewat sedikit. Perawat datang untuk mengusir saya. Sudah lewat jam jenguk. Ibu pulang saja, nanti biar saya yang menggendong anak ibu. Kata perawat.
Ya sudah, sayapun keluar kamar, kembali diiringi dengan suara tangisan si tengah yang begitu lemah.

Malam itu, saya keluar RS, dengan hati yang meleleh.

Sampai di rumah jam 9. Belum ada yang tidur. Saya menangis di hadapan suami dan si sulung. Saya bilang saya sedih sekali ninggalin si tengah dalam kondisi demam tinggi. Apa mungkin si perawat bakal terus menggendong dia? Ya jelas tidak. Karena perawat harus menangani beberapa anak sekaligus, bukan hanya si tengah saja. Lagian, sentuhan perawat pasti beda sama sentuhan ibu.
Astaghfirullah, ini hati kok jadi ngedumel terus ya.

Jam 11 malam. Saya baru mau sholat, ketika tiba-tiba telepon rumah berdering.
Duh, siapa pula yang menelpon malam-malam gini.
Ternyata, dari RS. Dari dokter yang menangani si tengah.
Cepat saya berikan telepon ke suami.
Agak lama dokter berbicara. Sementara hati saya terus bergemuruh.

Telepon ditutup.
Suami cerita, tadi dokter bilang, si tengah sempat kejang dua kali karena panasnya semakin tinggi. Dan sekarang si tengah dalam penanganan intensif. Dokter akan melalukan pemeriksaan detil terkait dengan demamnya yang tinggi. Untuk itu dokter minta persetujuan ke suami.

Astaghfirullah......
Saya sholat sambil menangis ngga berhenti-berhenti. Suami juga.
Sungguh, ingin rasanya terbang, segera menuju ke kamar si tengah.
Menggendongnya, memeluknya, memindahkan semua panasnya ke badan saya.....


NEXT
HARI KEEMPAT: Badai Pasti Berlalu



[CPS] Hari Pertama

| comments (3)

(CPS = Cleft Palate Surgery = Operasi Sumbing Bibir dan Langit-langit)

15 Juni 2009

Akhirnya, hari ini datang juga. Hari dimana si tengah akan masuk RS. Dan besok paginya CPS akan dilakukan. Semua perlengkapan untuk menginap selama 10 hari, saya siapkan. Alhamdulillah, pagi itu sebelum berangkat, dia sempet makan dan minum susu, walau cuma sedikit. Agak rewel dikit, karena masih hawa ngantuk. Syukurnya lagi, kondisinya keliatan sehat. Ga ada meler dan ga ada batuk. Khawatir aja kalau operasinya diundur lagi.

Oiya, saya ngga ikutan nganter ke RS, berhubung ada si bungsu yang masih lima bulan. Papanya keberatan kalo si bayi mungil ikutan ke RS. Maklum, sekarang di Jepang wabah flu babi makin banyak. Jadinya kalau ngga perlu, sebisa mungkin bayi kecil tinggal di rumah aja.

Setelah mereka pergi, hm, rumah jadi sepi banget yak. Biasanya rame sama tingkah si tengah yang selalu bikin seisi rumah heboh. Hehe. Saya kok rasanya hari ini jadi santai sekali ya. Sambil beberes sana sini, pikiran saya jadi melayang. Gimana nanti ya si tengah di RS. Ntar malam tidurnya gimana ya. Malam pertama tanpa ortu di sisinya. Biasanya kalau malam, dia suka megangin tangan saya sambil diletakkan di pipinya yang gembul.
Fiuh, tahan emosi. Ntar hujan lagi. Yasud, saya berdoa, semoga semua berjalan lancar.

Malamnya, suami pulang ke rumah, dan cerita panjang lebar. Yappari, begitu sampai RS si tengah nangis. Suasana baru, dengan orang-orang yang tidak dikenal. Jadinya minta dipeluk terus. Gitu juga pas dimandiin suami. Masih tetep aja nangis dan ngga mau lepas. Apalagi pas malam, waktu suami mau pulang.

Malam itu, si sulung ulang-ulang bergumam, sabishi naaa.... (=sepi banget yak)
Hmm, cobaan. Selama beberapa hari ke depan, menjalani hidup tanpa satu anggota keluarga. Mana anggota keluarga yang ini, tergolong superstar. Selalu menyita perhatian seisi rumah dengan tawanya yang lucu dan perutnya yang buncit itu.

Oiya, sekedar info. Cleft Palate Surgery adalah operasi penutupan rongga langit-langit. Si tengah sejak usia 7 bulan dalam kandungan sdh terdeteksi menderita cleft lip and palate alias bibir sumbing dan langit2 terbelah. Operasi bibir sudah dilakukan waktu usianya 3 bulan. Dan untuk penutupan rongga langit-langit ini, adalah operasi tahap dua, dilakukan sekarang ketika usia si tengah menjelang 1,5 th. Tahap tiga dilakukan usia 7 tahun, untuk memperbaiki posisi gusi yang juga terbelah. Yang terakhir, tahap empat untuk finishing touch, dilakukan di usia 17 tahun.

Subhanallah, untuk memperbaiki sedikit `kekurangan` saja, memakan waktu yang lama.
Betapa rumitnya penciptaan organ-organ tubuh manusia. Dan betapa lemahnya manusia di hadapan sang Maha Pencipta.

Saya bersyukur sekali, si tengah hanya menderita cacat yang ringan saja. Itupun masih bisa diperbaiki. Bagaimana dengan anak-anak yang menderita cacat berat baik fisik ataupun organ-organ penting lainnya?  Benar-benar ujian berat bagi orangtuanya.

NEXT
HARI KEDUA: Episode Penuh Darah dan Airmata





 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger