[CPS] Demam Tinggi

19 June 2009 | comments (7)


17 Juni 2009.
Hari ini saya minta suami tetap cuti. Ya, seharusnya dia cuti dua hari saja.
Tapi saya minta supaya suami bisa tetap ke RS, melihat kondisi si tengah.
Rencananya pagi sampai sore suami yang jenguk. Setelah suami pulang, baru saya yang gantian pergi ke RS sampai malam.

Setelah sampai, suami sms ke saya. Katanya kondisi si tengah udah mendingan. Darah sudah mulai kering. Hidung dan mulut sudah ngga berlendir merah lagi. Panasnya masih ada, tapi ngga begitu tinggi, sekitar 38 derajat. Tapi si tengah masih rewel. Tetep minta gendong terus. Ngga boleh lepas sama sekali.
Alhamdulillah. Saya lega. Minimal ada kemajuan. Ngga ada darah.

Sorenya saya berangkat. Sambil membawa beberapa lembar baju, pampers dan mainan si tengah. 45 menit saya sampai di RS. Saya pelan-pelan masuk ke ruangannya. Hm, si tengah sedang rebahan, dengan posisi membelakangi pintu masuk. Sepertinya dia tidak sadar, kalau ada yang masuk.

Pelan-pelan saya letakkan tas dan barang2 bawaan. Lalu saya cuci tangan di wastafel dekat situ. Hm, masih belum bergerak juga si tengah, mendengar bunyi air keran mengalir.
Saya panggil namanya. Saya elus-elus rambutnya. Loh, masih belum nengok juga. Kok responnya lama sekali ya.

Agak lama kemudian, baru si tengah membalikkan badan. Dia langsung menangis, dan mengulurkan tangannya. Masya Allah, saya baru sadar, wajah mungil itu terlihat kurus. Dan begitu saya memeluknya, terasa panas badannya.
Ayo, jangan nangis. Kembali saya kuatkan hati saya. Walaupun mata sudah mulai basah.

Jam setengah 7, perawat datang membawakan makanan. Hm, bukan makanan kali ya, tapi larutan makanan. Ada sekitar 7 gelas yang masing-masing berisikan larutan nasi, ikan, miso, yogurt, jus, susu dan airputih. Alhamdulillah, si tengah mau makan. Saya suapin sesendok demi sesendok. Satu gelas larutan miso habis dan setengah gelas susu. Setelah itu si tengah menolak dan memeluk saya kembali.

Tapi, sepertinya tubuhnya bertambah panas. Saya panggil perawat, minta diukur suhu badannya. Ternyata 41 derajat !! Masya Allah.
Si perawat tenang saja, dan berkata, kalau dalam botol infus itu sudah ada obat penurun panas, jadi ngga akan ada masalah.
Duh, shobar...shobar...saya nenangin hati yang mulai panas. Ini perawat kok enteng banget ya ngomongnya.

Beberapa menit kemudian perawat lain datang membawa obat penurun panas yang agak keras. Yang harus dimasukkan lewat anus. Si tengah merintih pelan, ketika obat itu dimasukkan, seperti tidak ada tenaga lagi untuk menangis kencang.
Saya kembali menggendongnya, menenangkannya yang terus menerus gelisah.
Badan mungil itu terasa panas sekali. Ya Allah, ingin sekali terus memeluknya.
Ngga berapa lama, dokter datang. Memeriksa badan mungil itu.
Biasanya, setelah operasi, sering terjadi demam tinggi pada anak. Si dokter menjelaskan.

Jam 8 malam lewat sedikit. Perawat datang untuk mengusir saya. Sudah lewat jam jenguk. Ibu pulang saja, nanti biar saya yang menggendong anak ibu. Kata perawat.
Ya sudah, sayapun keluar kamar, kembali diiringi dengan suara tangisan si tengah yang begitu lemah.

Malam itu, saya keluar RS, dengan hati yang meleleh.

Sampai di rumah jam 9. Belum ada yang tidur. Saya menangis di hadapan suami dan si sulung. Saya bilang saya sedih sekali ninggalin si tengah dalam kondisi demam tinggi. Apa mungkin si perawat bakal terus menggendong dia? Ya jelas tidak. Karena perawat harus menangani beberapa anak sekaligus, bukan hanya si tengah saja. Lagian, sentuhan perawat pasti beda sama sentuhan ibu.
Astaghfirullah, ini hati kok jadi ngedumel terus ya.

Jam 11 malam. Saya baru mau sholat, ketika tiba-tiba telepon rumah berdering.
Duh, siapa pula yang menelpon malam-malam gini.
Ternyata, dari RS. Dari dokter yang menangani si tengah.
Cepat saya berikan telepon ke suami.
Agak lama dokter berbicara. Sementara hati saya terus bergemuruh.

Telepon ditutup.
Suami cerita, tadi dokter bilang, si tengah sempat kejang dua kali karena panasnya semakin tinggi. Dan sekarang si tengah dalam penanganan intensif. Dokter akan melalukan pemeriksaan detil terkait dengan demamnya yang tinggi. Untuk itu dokter minta persetujuan ke suami.

Astaghfirullah......
Saya sholat sambil menangis ngga berhenti-berhenti. Suami juga.
Sungguh, ingin rasanya terbang, segera menuju ke kamar si tengah.
Menggendongnya, memeluknya, memindahkan semua panasnya ke badan saya.....



Share this article :

+ comments + 7 comments

June 19, 2009 at 11:50 PM

Sabar ya, Rin...
Nggak bisa bantu apa-apa selain hanya ikut mendoakan.

June 20, 2009 at 3:02 AM

Sabar ya. Smg lekas sembuh. Aku jg lg demam tinggi, jd sdikit merasakan sakit si tengah. Semoga lekas pulih dan bs brmain lg. Yg jelas, ikhlaskan kondisinya. Biar sembuhnya enak.

June 20, 2009 at 4:47 AM

sedih, rin... si tengah memang superstar... kebayang sepi dan nelangsanya hati... saya ajah masih kangen sama si tengah itu... anak jenius. semoga lekas pulih ya sayang... pengennya ngambil alih sakitnya anak-anak... hiks.

June 20, 2009 at 7:50 AM

semoga diberi yang terbaik...

June 20, 2009 at 4:02 PM

ikutan nangis, rin... sepertinya hal ini dirasakan juga oleh ibuku 30-an tahun yang lalu..

yang kuat ya, rin.. semoga ananda lekas pulih..

June 20, 2009 at 5:42 PM

gak terasa air mata meleleh...., yang tabah ya mba Rina, turut berdoa untuk kesembuhan ananda....

June 22, 2009 at 12:26 PM

T_T

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Refleksi Kehidupan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger