18 Juni 2009.
Pagi hari.....rutinitas berjalan seperti biasa.
Membuat bento untuk suami dan si sulung. Ya, hari ini suami kembali masuk kantor.
Sebelum pergi, saya pesan ke suami, supaya jangan lupa menelpon ke RS, menanyakan perkembangan si tengah.
Kepada si sulung, saya ceritakan kondisi adiknya sebenarnya. Dan memintanya terus berdoa untuk kesembuhan adiknya.
Siang-siang, suami menelpon saya. Kata dokter, sudah dilakukan pemeriksaan darah. Dan ternyata, ada salah satu hasil test yang nilainya besar atau di atas normal. Hm, dokternya agak sulit menjelaskan. Tapi menurutnya, nilai yang agak besar itu mengindikasikan adanya kerusakan jaringan sel. Sayangnya, tidak diketahui dibagian mana terjadinya kerusakan sel tersebut.
Suami khawatir. Apalagi saya. Apa mungkin kerusakan sel terjadi ketika panasnya mencapai 41 derajat kemarin? Hm, suami lupa menanyakan kemungkinan ini ke dokter. Tapi kami sama-sama berdoa, semoga kerusakan sel tidak terjadi di organ-organ penting.
Sementara itu, kondisi badan si tengah masih demam. Berkisar 38,5-39 derajat. Dan sejauh ini masih dalam pengamatan intensif, walau tidak sampai masuk ke ICU.
Selesai menerima telepon suami, saya kembali termenung, terdiam lama.
Kembali hujan mengalir dari mata dan hati saya.
Entah kenapa, sholat dan tilawah Qur`an belum juga membuat hati saya menjadi tenang.
Ya Allah....anakku...selamatkan dia....
Anak yang kehadirannya ditunggu berbilang tahun...
Anak yang selama 9 bulan mendiami rahim saya....
Yang berbulan-bulan setelahnya selalu menggemaskan saya dengan kemurahan senyumnya....
tawanya yang lucu dan lebar....melihatkan gigi-gigi mungil yang tumbuh dengan cepat...
yang selalu sibuk mengeksplor seisi rumah...dengan jari-jarinya yang mungil....
yang suka memonyongkan mulutnya....ketika akan mencium saya....
yang pemakan segala.....sampai perutnya buncit...
Sungguh....saya belum siap ya Allah...
###############
Di tengah gemuruhnya kondisi jiwa saya, saya memutuskan untuk menelepon mama.
Begitu terdengar suara salam dari mama di seberang sana, tangis saya langsung meledak. Hujan deras menghambur mengiringi kata-kata yang keluar dari mulut saya.
Dan mama, dengan setia mendengar, sampai saya berhenti berbicara.
Lalu, mama hanya menyitir salah satu ayat-Nya....
bahwa semua yang terjadi di alam ini, termasuk di dalamnya semua kejadian yang menimpa manusia, sesungguhnya jaaauuuuuh sebelumnya... sudah tercatat di Lauh Mahfuzh.
Karenanya, tidak ada yang bisa kita lakukan, selain berusaha, berdoa dan tawakkal.
Sekarang, usaha sudah dilakukan...., tinggal terus berdoa dan jangan sampai putus harapan kepada Allah...
"Ingat sayang, Muaz terlahir dengan kondisi seperti ini, bukankah Allah juga yang menentukan?? Dan ingat juga sayang, anak adalah titipan....Mereka bukan milik kita...tapi milik Allah..."
Ah, mama mengingatkan saya.
Sesaat, saya seperti orang yang baru sadar dari mimpi buruk.
Kenapa tiba-tiba saya menjadi linglung begini. Melupakan ketetapan yang Allah berikan ke saya?? Kenapa tiba-tiba saya seperti menjadi orang yang buta dan tuli terhadap nikmat Allah?? Bukankah seharusnya saya bersyukur?? Bahwa apa yang terjadi pada si tengah saat ini, sungguh.....sama sekali tidak ada artinya, dibanding segala kenikmatan yang Allah berikan kepada saya ??
Dan...bukankah si sulung, si tengah, si bungsu....adalah milik Allah?? Tentu saja Dia berhak melakukan apasaja terhadap milik-Nya...
Saya jadi teringat dengan kisah di masa lalu. Ketika seorang wanita sholihah mengabarkan kematian anaknya dengan perumpamaan yang sangat indah, terhadap suaminya. Dia meminta pendapat ke suaminya, bagaimana jika seorang pemilik, mengambil barang titipannya ke orang yang dititipi. Berhakkah orang yang dititipi untuk marah?
Ketika suaminya menjawab tidak, lalu iapun menjelaskan keadaan anak mereka, yang sudah diambil oleh Pemiliknya.
Subhanallah.
Sungguh. Saya tidak bisa membayangkan, terbuat dari apa hati wanita sholihah tersebut. Mungkin dari cahaya. Tidak seperti saya, yang pekat dengan dosa. Baru ditimpa musibah ringan saja, sudah merasa seperti orang yang paling menderita di dunia. Astaghfirullah.
Renungan sepanjang siang itu, tiba-tiba membuat hujan di diri saya berhenti. Cuaca kembali cerah.....
***************
Sore ini setelah Ashar, saya pergi ke RS. Di rumah ada si sulung dan si bayi kecil.
Saya pesan ke si sulung untuk sabar menunggu papanya yang pulang ke rumah sekitar satu jam lagi. Ya, si sulung ini masih agak takutan. Terbukti setelah saya pergi, dia menutup semua pintu, termasuk pintu kamar, tempat dia dan si bayi berdiam.
Sampai di RS....ternyata si tengah sudah pindah ruangan.
Ruangannya persis di depan nurse station.
Saya datang saat jam makan malam, sekitar jam 6.
Si tengah lagi disuapi perawat. Begitu melihat saya berdiri di depan pintu, dia langsung menangis histeris. Kasihan, kangen banget dia sama mamanya.
Sayapun bertukar tempat dengan perawat. Saya suapin dia.
Cuma beberapa suap, dia menolak makan. Lalu memeluk saya erat dengan tangan mungilnya. Alhamdulillah, badannya tidak panas. Kata perawat, demamnya sudah turun. Suhu badannya sudah normal, sekitar 36 derajat.
Sambil memeluknya, saya memperhatikan badan mungil itu.
Ada tiga kabel tipis menempel di dadanya. Kabel yang tersambung dengan monitor kecil yang menampakkan grafik detak jantung dan ...hm, grafik apa lagi ya.
Ada lagi satu kabel tipis yang dijepitkan di kaki. Dan...hei, jarum infusnya, berpindah ke tangan kiri.
Saya perhatikan tangan kanannya. Agak bengkak dan membiru.
Terlihat beberapa luka kecil. Sepertinya bekas infus. Atau bekas suntikan jarum untuk sampel darah. Ada bekas plester di sana sini. Juga ada sedikit luka terkelupas berwarna merah muda. Duh, coba ya...., kok perawatnya ngga diperhatiin sih ini tangan mungil.
Saya panggil perawat, dan menunjukkan luka tersebut. Dengan meminta maaf, si perawat mengambil tensoplast untuk menutupi luka, dan membersihkan sisa-sisa tempelan plester.
Si tengah agak memberontak. Mungkin sakit. Saya berusaha menenangkannya.
Sambil menggendongnya, saya memperhatikan seisi kamar. Ada empat tempat tidur di ruangan itu. Dua diantaranya terisi. Satu untuk si tengah, dan satu lagi untuk perempuan kecil. Tempat tidurnya persis bersampingan dengan tempat tidur si tengah. Perempuan kecil itu mungkin sekitar 2,5 th. Bagian kepalanya diperban. Mungkin habis dioperasi.
Perempuan kecil itu gelisah, menangis kecil, lalu memanggil mamanya. Kasihan, dia mengantuk, tapi tidak ada yang mengeloni. Duh nak, kalau boleh saya mau mengelonimu.
Ini nih resiko merawat anak sakit di lantai 3. Harus kuat dan tega mendengar suara-suara mungil menangis. Memanggil-manggil mamanya, yang mungkin belum sempat menjenguk, melihat anaknya. Mengandalkan perawat....ya, ngga bisa sepenuhnya. Paling banter mereka hanya menggendong sebentar, lalu si anak ditinggal pergi, dibiarkan menangis, berteriak dan meronta-ronta dan akhirnya tertidur karena capek. Kasian.....
Beberapa menit kemudian, si tengah tertidur pulas di pelukan saya. Saya letakkan di tempat tidur pelan-pelan. Dia bergerak sebentar, lalu...kembali terlelap. Wah, rekor nih. Biasanya dia cepat terbangun begitu diletakkan di tempat tidur.
Dia ngga tidur siang, kata perawat. Ooh, pantesan sekarang tidurnya nyenyak sekali.
Saya pun bersiap pulang. Saya ambil pakaian kotor si tengah, memasukkannya ke bungkusan kecil. Lalu melangkah keluar kamar.
Fffiiuuuuh....alhamdulillah...
Ini hari pertama saya mengakhiri hari tanpa airmata.
Terima kasih ya Allah. Akhirnya badai itu berlalu juga.
Terutama badai di hati ini......
**************************************
(masih empat hari lagi sebelum si tengah keluar RS....)
sodara2ku tercinta.......
terima kasih ya, atas empati dan doa2nya....
semoga Allah membalas segala kebaikan sodara2ku semua dengan pahala yang berlipat ganda....amiiin
+ comments + 7 comments
senang dengar kabarnya.........semoga cepat sehat dan cepat berkumpul kembali bersama emak, bapak, kakak dan adiknya.........
rin... bukannya dekat rumah rina ada tiga keluarga orang indonesia yang mungkin bisa membantu jaga anak? makasih sharingnya... ditulis dari hati... sangat menyentuh rin.
safakallah ya muaz sayang,
mbak rina yang sabar mudah2an bisa segera pulang dek muaz.
subhanallah, mba rina sabar sekali...semoga semuanya lancar ya
semoga Muaz kun cepet pulih...
-terus belajar sabar dari mbak Rina-
Syafakallah utk muaz sayang,..
Mba Rina sun sayang juga utk dikau :X semoga kesabaran senantiasa meliputi klga.Amiin.
Rina, muaz sakit apa? aduuh..maaf ketinggalan berita. semoga tidak ada apa2 ya rin..ditunggu kabar perkembangannya.
Post a Comment