Kalo liat status-status di fb, sering banget ketemu tuh, tulisan-tulisan seperti ini...
"Happines is...being a mom"...atau
"Happines is...spending time with your children".. atau
"Happiness is.. seeing your mother smile"...atau
"Happiness is.. being inspired by someone".....atau
"Happiness is.. appreciating what you have".....atau
"Happiness is.. waking up for Fajr without an alarm"
dan masih banyaaakkk lagi..
Kalo menurut saya, bahagia itu spektrumnya luas.
Untuk sisi finansial, kalo kita sudah lebih dari cukup, segala yang diingini bisa terpenuhi, mungkin kita akan bahagia. Tapi sayangnya, bahagia yang kita dapat tidak sampe ke hati, dan efeknya pun cuma sesaat. Sangat sesaat.
Untuk sisi profesi. Taruhlah posisi kita sekarang sudah mapan. Karir bagus dan sudah masuk level jabatan tinggi. Banyak orang yang menjadikan kita sebagai rujukan orang yang sukses di karir.
Kita mungkin akan bahagia, karena perjuangan kita untuk sampe ke level seperti ini, sudah terbayar lunas dan kita merasa puas. Tapi sekali lagi, kebahagiaan kita levelnya masih seperti di atas, walau mungkin efeknya lebih lamaan dikit. Sayang, tetap seperti ada yang kosong.
Untuk sisi aktualisasi diri. Misalnya kita sekarang sudah jadi seleb. Ya...walau bukan seleb versi tivi sih, paling ngga, banyak orang yang mengenal kita. Di dumay ataupun dunia nyata. Punya komunitas dengan follower ribuan. Bahagiakah kita? Ya tentulah. Hari gini, mana ada sih orang yang ngga senang bisa ngetop. Apalagi kalau hasil ngetop itu, karena kita banyak kontribusi di sana dan di sini, dan karena banyak orang yang melihat dan merasakan keuntungan lewat kerja keras kita.
Tapi sekali lagi.....keberhasilan di sini ini, belum menjamin kita bisa bahagia dengan awet. Walaupun, efek bahagianya bisa lebih lama dari dua sisi di atas.
Ketiga sisi yang saya sebut di atas, memang sangat global. Kalo mo dibikin lebih detil....kayaknya saya yang males nulis...hehe, berhubung bentar lagi jamnya berubah wujud jadi upik abu :D
Yaa..setiap orang memang punya versi masing-masing tentang bahagia.
Kalo saya sendiri, saya sudah cukup bahagia, ketika masih bisa berkumpul dengan suami dan anak-anak saya. Melihat mereka tumbuh sehat dan terpenuhi semua kebutuhan mereka.
Saya sudah cukup bahagia, ketika bisa nyuri waktu ngobrol berdua-duaan di meja makan sama suami, sambil ngupi-ngupi. Sementara keempat anak saya, lagi khusyuk ngeriung di kamar utama. Entah yang main game, yang main berantem-beranteman di atas tempat tidur, sampai yang melototin disney junior di laptop emaknye.
Saya sudah bahagia, ketika urusan cuci piring, pel, sikat kamar mandi, jemur n ngelipet pakaian bergunung, bisa saya kerjakan sendiri dengan skedul yang masih berantakan di lima hari kerja.
Saya juga bahagia, kalo pas weekend, dua lelaki saya, yang jenggotan sama yang ABG, saling bahu membahu, mengerjakan tugas-tugas domestik, walo kadang masih harus dipaksa sama saya...hehehe.
Tapi entahlah, sekali lagi, bahagia model seperti itu tidak menetap.
Masih ada rasa kosong di hati saya. Ketika saya tau, sisi spiritualitas saya masih amat sangat jauh dari memuaskan. Saya mungkin bisa menjaga hubungan baik dengan semua orang tercinta dan teman-teman terdekat saya. Tapi entah kenapa, hubungan baik saya dengan Allah, masih terasa sangat biasa saja. Kurang mesra.
Kadang, sholat masih suka saya undur.
Kadang, bacaan Qur-an saya dalam sehari, hanya sekian lembar.
Kadang, puasa sunnah, masih sering saya lupakan.
Kadang, ketika terbangun di tengah malam, saya masih memilih untuk melanjutkan menikmati empuknya springbed dibanding berdiri untuk sholat malam.
Kadang, saya masih lebih suka menyibukkan diri dengan anak-anak, dibanding melangkahkan kaki ke pengajian.
Itulah kenapa, menurut saya, bahagia itu, adalah ketika sisi tertinggi dari hidup kita, yaitu sisi spiritualitas kita, bisa terpenuhi dengan optimal.
Ketika kita bisa menikmati saat kita berdua-duaan dengan Allah dalam sholat, melebihi rasa nikmat kita saat sedang mojok dengan suami.
Ketika kita merasa begitu kehilangan, saat hari itu, kita lebih banyak membaca pesan di WA, BB, FB, internet, dibanding membaca pesan Allah dalam Al-Qur'an.
Ketika kita bisa enjoy sholat malam dibanding enjoy menikmati tidur kita.
Ketika kita bisa melalui rasa lapar karena puasa dengan tenang dan senang, dibanding senangnya kita karena perut sudah diisi dengan macam-macam makanan yang kita suka.
Ketika kita bisa mengendalikan napsu kita dengan baik, disaat kita mampu melampiaskannya dan memenuhinya dengan kalap.
Ya....itu versi bahagia yang kekal abadi menurut saya. Akan seiring rasa bahagia itu, dengan kemampuan kita menjalin hubungan mesra dengan Allah. Hubungan mesra yang bisa berdampak dengan membaiknya hubungan kita dengan makhluk Allah lainnya.
Jadi, kalo ada orang yang ibadahnya terlihat bagus, tapi sering kostlet dengan orang di sekitarnya, berarti ibadahnya belum bener ituh. Bisa jadi ibadahnya, belum dilandasi ilmu yang benar, atau niat yang lurus.
Atau ada orang yang hubungan sosialnya bagus banget, banyak teman, banyak relasi, networknya mendunia. Tapi ibadahnya masih belang bentong. Ya itu parah juga. Ada yang masih harus ditambah dari sisi pemahaman keislamannya.
Kalo pengen bahagia yang efeknya luas dan lamaaaaa, dunia akhirat, ya penuhi dulu sisi spiritual dengan baik dan benar. Persis seperti yang ada di Al-Qur'an dan Sunnah.
Itulah bahagia yang sebenarnya.
Dan saya sendiri, masih jatuh bangun meraih bahagia yang seperti itu.....
"Happiness is....
finding pleasure in the worship of ALLAH"
gambar dari sini
Post a Comment