Btw, dari sudut hati ada yang ngomong,"Kamu nyesel ya, back for good ke negeri sendiri?"
Yang satu sudut lagi njawab,"Ngga nyesel !!!". Soalnya percuma juga sih, kalo mo jawab nyesel, emangnya bisa merubah kenyataan?? hehehe...
Yah, masing-masing keluarga pasti punya pertimbangan sendiri kan. Termasuk kami. Eh, terutama saya. Yang saat itu, entah kenapa, makin terasa berat mendidik dan mengasuh anak, plus mengerjakan segala sesuatunya sendiri, di negeri orang.
Saat itu, anak sulung saya usianya masih 9 th. Adiknya umur 2 th dan 1 th. Yang di kandungan sudah 4 bulan. Saya tidak berani membayangkan, apa yang terjadi di usia remaja mereka seandainya kami masih menetap di negeri minoritas itu. Saya merasa pesimis dengan kemampuan saya sendiri, mengawal anak-anak untuk tetap percaya diri dengan keIslamannya. Sedangkan saya sendiri masih harus jatuh bangun, menstabilkan kondisi spritual pribadi.
Sungguh, saya sangat tidak percaya diri saat itu. Walaupun ada banyak teman seiman di sekitar saya, dengan kondisi yang tidak jauh berbeda, tapi, tetap saya merasa, saya tidak kuat. Dan saya tidak berani mengambil resiko. Makanya sampe sekarang, saya salut banget, sama teman-teman yang masih berjuang di sana. Di Jepang, dan juga negeri-negeri minoritas lainnya. Mereka berjuang luar dalem.
***
Kalo dilihat dari kacamata kemajuan teknologi dan peradaban, Jepang memang mengagumkan. Tapi sebenarnya, kecanggihan mereka tetap menyimpan banyak ketimpangan, yang tidak akan terlihat kecuali mereka yang sudah lama berdomisili di sana.
Kebudayaan dan kebiasaan mereka yang minus, mabuk-mabukan, sangat individual, dan pornografi yang tersebar dimana-mana. Asal tau saja, di Jepang, bahkan para pelacur mengiklankan diri mereka dengan bebas di brosur-brosur yang disebar di rumah dan apartemen. Dan yang menjijikkan, di brosur itu mereka berpose dengan sangat vulgar. Berapa kali saya menemukan brosur tersebut di kotak pos apartemen. Malah saya pernah menemukan potongan lembar majalah dewasa dengan gambar wanita bugil, di toilet umum di taman. Astaghfirullah !!!
Belum lagi majalah-majalah dewasa yang dipajang di rak majalah di convenient store dengan gambar nyaris telanjang. Siapapun yang masuk ke toko itu, bisa dengan mudah memandang cover majalah tersebut.
Bahkan di beberapa downtown di Tokyo, ada beberapa billboard yang sangat besar yang menampilkan sosok artis dengan pose aduhai bin menyeramkan. Toko-toko khusus perlengkapan 'adult' juga tersebar dimana-mana. Fiiiuuuhh, asli menakutkan.
Ngga heran kalo Jepang termasuk negara yang sangat 'ramah' pornografi di dunia ini.
Belum lagi urusan free sex. Anak remaja di sana, ngga beda jauh sama yang di Amerika. Selama suka sama suka ya silakan. Ortu juga membiarkan anak mereka melakukan hal itu. Bahkan hidup serumah dengan calon mertua, juga sudah dianggap biasa.
Satu lagi yang jadi momok di Jepang, banyak orang 'gila' !!! Ya, bukan gila beneran sih. Secara penampakan kayak orang normal. Eksekutif. Berdasi. Berduit dan ada tampang. Ngga taunya, pembunuh berdarah dingin. Lah tiba-tiba aja dia nyerang tetangganya untuk dimutilasi. Gila kan??
Atau ada juga yang tiba-tiba nyeruduk pake truk di pusat perbelanjaan. Belum puas, tu orang turun dari truk, ternyata bawa pisau untuk nusuk orang-orang yang sedang ramai jalan kaki. Entah ada berapa korban jiwa yang jatuh, gara-gara orang gila ini. Saya inget banget, ini berita mencekam jadi headline di mana-mana di awal 2010, menjelang pindahan saya ke Indonesia.
Selain gila, ada juga yang stress. Niat bunuh diri, tapi di keramaian. Dan bikin sejuta orang kesel. Lah gimana ngga. Mereka jatuhin diri di lintasan kereta dan di rush hour pulak !!! Kereta mau ngga mau harus berhenti. Dan penumpang pun harus sabaaaaarrr menunggu sampe kereta bisa jalan lagi. Saya sempet ngalamin kejadian seperti ini, mana lagi perjalanan mau ke bandara pulak. Katanya sih, orang yang mo bunuh diri di tempat strategis kayak rel kereta, ada faktor x-nya. Cerita kumplitnya bisa di liat di sini yaa...
Masalah lain yang sering jadi isu nasional se-Jepang, adalah ijime atau bully. Biasanya terjadi di sekolah-sekolah. Ijime ini jadi masalah yang selaluuuu muncul, karena banyak kasus bunuh diri akibat ijime. Dan sampe sekarang, pemerintah belum bisa ngatasin masalah ini. Sampe-sampe masyarakat Jepang nyalahin Depdiknas-nya, yang dianggap ngga serius nanganin urusan ijime.
Duh, kasian banget kalo merhatiin kasus ijime ini. Dulu pernah liat di tipi, acara dialog tentang ijime. Di situ ada para guru, orangtua, pengamat, dan anak-anak korban ijime. Pas giliran anak korban ijime bicara, beberapa diantaranya sambil sesenggukan, sambil ngusap-ngusap mata. Katanya mereka sering diledek, didorong, dilabrak, dipukul, lokernya dirusak, bekal makanan ditumpahin, sepedanya dibuang ke kolam, buku dicoret-coret dengan tulisan 'Shine' (=mati aja lu!!)....dan lain-lain. Sedih banget. Ngga heran, kalo beberapa korban memilih bunuh diri.....
***
Sebenarnya, masalah-masalah Jepun di atas, banyak juga kok terjadi di negara-negara maju lainnya, termasuk di negeri kita sendiri. Selama belum kiamat, yang namanya kriminalitas, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, PASTI, akan tetap ada. Jadi, mo kita tinggal di negara manapun, tetep akan ada perasaan suka/tidak suka, nyaman/tidak nyaman, dll. Kalo nyari negara yang bener-bener bebaaaass dari semua masalah, itu namanya SURGA...:)
Cuma memang, bedanya, kalo di negeri sendiri, saya pribadi merasa lebih pede. Gimanapun, lebih nyaman tinggal di negeri mayoritas muslim. Makanan halal ada dimana-mana. Sekolah Islam juga tinggal milih. Mesjid tersebar di sana-sini. Azan kedengaran dari manapun.
Ya, lingkungan yang kondusif untuk keislaman anak-anak, itu yang saya cari. Mereka masih kecil, perlu pondasi yang kuat. Kalo pondasi dan bangunan kuat tertanam, insyaa Allah, sehebat apapun goncangan, mereka akan tetap dan tegak dengan imannya. Jadi, ketika mereka besar nanti, saya rela melepaskan mereka ke negeri manapun, minor or mayor. Silakan mengepakkan sayap kemana saja....
Trus moral of storynya apa ??
Jangan sering ngga ada kerjaan ya, nanti jadinya mantengin yutub mulu....hehehe ^-^V
Itu mah salah satu poin doang.
Salah dua poin, ketika bingung untuk memilih, serahin aja sama yang Di Atas. Dia Yang Maha Tahu, apa yang terbaik buat kita. Kita mah sebagai manusia, kudu usaha n ikhtiar sekuat-kuatnya di jalan yang kita pilih. Hasilnya? Udah bukan masuk wilayah kita lagi. Di titik ini, baruuuu boleh tawakkal :)
Kalo kembali ke keputusan saya, ya itu yang cocok untuk keluarga kami. Karena, kalo mo ngebandingin ya, ngga sedikit juga keluarga muslim yang bermukim di negeri minoritas justru berhasil mendidik n mengawal anak-anak mereka sampai remaja. Kumplit dengan identitasnya sebagai muslim/muslimah. Mereka ga malu berhijab. Mereka tetap bisa jalanin kewajiban sebagai muslim. Tetap sahabatan sama temen-temen sekolahnya.
Ini hasil pengamatan saya, yang nge-add anak-anak temen, yang bapaknya asli orang Jepang dan ibunya orang Indonesia. Foto-foto narsis ala abege sering nongol. Di antara temen-temennya yang berpakaian terbuka, si anak muslimah yang cantik ini, tetep pede berjilbab. Ah, seperti melihat mutiara yang berkilap di hamparan pasir di pantai.
Saya yakin banget, di balik foto itu, ada kerja keras dari didikan orang tuanya, yang menancap dengan kuat di kepribadian sang anak.
Bagaimanapun, lain orang, lain kekuatan. Masing-masing orang bisa mengukur sampai batas mana kemampuan dirinya. Dan....yah, saya termasuk yang ...yah, begitulah...hehehe.
Yah, siapapun kita, berdoalah.
Semoga Allah selalu memberikan kita kekuatan sebagai orang tua yang mampu mengantarkan dirinya dan keluarganya ke dalam surga-Nya.....
Aaaaaaaaaaaaamiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinn
Post a Comment