Hebatkah Jepang? (2)
05 December 2012 | comments
Di Jepang, kereta jarang sekali ada keterlambatan. Kereta datang dan pergi persis seperti waktu yang tertera di jadwalnya. Biasanya kalau ada keterlambatan, orang pasti menyangka penyebabnya adalah insiden bunuh diri. Dan otomatis, penumpang kereta bakal nggerundel minimal dalam hati, kenapa pula mesti ada insiden seperti itu, yang mengacaukan aktifitas orang banyak. Saya pun pernah mengalami kejadian ini.
Ceritanya waktu itu, kami sekeluarga mau menuju ke airport Narita, karena pagi-pagi pesawat akan take-off menuju Indonesia. Waktu tempuh ke airport, sekitar 2,5 jam. Entah kenapa, hari itu kita pede saja memilih naik kereta yang jadwalnya mepet dengan jadwal boarding. Biasanya sih, kita naik kereta, dengan jadwal yang lebih awal, supaya pas nyampe di airport, kita masih bisa santai-santai. Ternyata benar deh, kejadian. Di tengah perjalanan, kereta tiba-tiba berhenti, karena ada orang stress --yang niat bunuh diri-- sedang berlari-lari di jalur kereta karena dikejar petugas yang sudah duluan mergokin niat jeleknya itu. Duh, kami panik luar biasa. Syukurnya, kami bisa sampai di narita dengan waktu yang sangaaaaaatt mepet. Bayangkan, semua penumpang sudah masuk. Tinggal saya dan si kecil yang tertinggal, Dan untungnya pesawat masih mau menunggu. Tapi benar-benar saya dan si kecil harus lari marathon menyusuri loket-loket, dan dibolehkan melewati pintu khusus awak pesawat :D Sungguh pengalaman tak terlupakan. Kisah kumplitnya bisa dibaca di sini.
Selain tingginya angka bunuh diri, Jepang juga punya catatan dalam masalah kriminal, terutama kasus pembunuhan. Di negara lain, atau di Indonesia, pembunuhan sering terjadi karena masalah ekonomi. Tapi di Jepang, siapa saja bisa jadi pembunuh. Karena penyebabnya, tidak lain dan tidak bukan adalah stress.
Seorang ibu rumah tangga ditemukan tewas dengan luka tusukan, setelah membukakan pintu untuk orang yang tidak dikenal. Wanita muda dimutilasi oleh tetangganya sendiri, seorang pria eksekutif yang dikenal ramah. Seorang pria tiba-tiba menusuk sejumlah orang yang sedang berlalu lalang, di kawasan elektronik ternama di Tokyo. Sebuah truk besar tiba-tiba menerobos ke jalur khusus pejalan kaki dan menabrak sekian orang di jalur tersebut.
Itulah sejumlah kasus, yang pernah saya lihat beritanya di tv. Adapun peristiwa perampokan, pencurian, ataupun pemerkosaan, dari pengamatan saya, sangatlah sedikit. Dan kalaupun ada, jarang sekali ditemukan korban jiwa. Karena kriminalitas jenis ini, sepertinya sedikit sekali peminatnya. Maklum, di Jepang, hukum amat sangat ditegakkan dan tanpa pandang bulu. Walhasil, sedikit sekali orang yang "dengan sadar", mau melakukan tindakan kriminal. Kecuali orang yang benar-benar kondisinya sedang "tidak sadar" atau stress super berat.
Nah, justru di situlah sisi yang menyeramkan dari kehidupan di Jepang. Ketika anda sedang berjalan-jalan di pusat pertokoan, atau ketika anda sedang di rumah, tiba-tiba seorang pembunuh bisa saja muncul di hadapan anda. Karena anda tidak mengetahui dan sulit membedakan secara kasat mata, mana orang yang sedang stress, mana yang tidak.
Lantas, kenapa orang Jepang bisa se-stress itu sampai sering memilih untuk bunuh diri?
Dalam satu seminar Islam di mesjid Turki, seorang profesor asal Jepang yang memiliki interest tinggi terhadap Islam, mengatakan satu hal. Masyarakat Jepang sering memilih mengakhiri kehidupannya dengan bunuh diri. Karena, mereka tidak memiliki tempat untuk menyandarkan diri. Mereka tidak memiliki sesuatu yang bisa diharapkan untuk menyelesaikan masalah mereka. Atau intinya, karena mereka tidak percaya adanya Tuhan.
Post a Comment